Sarolangun, Radarhukum.id – Maraknya dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oknum dengan mengatasnamakan Karang Taruna Desa di jalan milik Pemerintah Kabupaten Sarolangun, tepatnya dari Simpang Pitco menuju enam desa di Kecamatan Pauh, menuai sorotan publik. Praktik tersebut dianggap mencoreng nama baik Karang Taruna dan mencederai kewibawaan pemerintah daerah.
Ketua DPW LSM Tamperak Provinsi Jambi, Pachrur Rozi Sukmana, S.Pd, mengecam keras aktivitas pungli tersebut. Ia menilai, pungutan liar yang dilakukan di atas aset pemerintah daerah, bukan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), melainkan demi kepentingan oknum-oknum tertentu yang berlindung di balik organisasi desa.
“Saat ini tidak bisa dibenarkan lagi adanya pungutan di jalan milik Pemda, dengan dalih apapun. Jika ditemukan, apalagi berkedok Karang Taruna, maka harus segera ditindak tegas. Saya minta Pemkab Sarolangun dan penegak hukum bertindak tegas dan menutup pos-pos pungli yang menjamur di sepanjang jalan menuju Desa Lubuk Napal,” ujar Pachrur, Senin (14/7/2025).
Pachrur juga menyinggung dugaan keterlibatan kepala desa serta pihak perusahaan, dalam hal ini PT AJC, yang diduga berada di balik menjamurnya praktik pungli terhadap para sopir angkutan batu bara yang melintasi jalan tersebut.
“Kami harap Bupati segera memanggil kepala desa dan pihak perusahaan yang terindikasi terlibat. Jalan umum tidak boleh dijadikan lahan pungli. Kepala desa seharusnya mencegah, bukan justru ikut terlibat dan menikmati hasil pungli. Padahal gaji mereka sudah dianggarkan melalui Alokasi Dana Desa (ADD),” tegasnya.
LSM Tamperak juga meminta Inspektorat Kabupaten Sarolangun untuk mengaudit para kepala desa dan perangkat desa yang diduga menerima gaji dari hasil pungli, serta meminta Satgas Pungli dan pemberantasan premanisme bertindak cepat agar para sopir tidak terus menjadi korban pungli yang dibungkus penjualan air mineral atau kegiatan Karang Taruna.
“Kami minta seluruh pihak, dari bawah hingga atas, buka mata dan buka hati. Sudah terlalu banyak pelanggaran yang dibiarkan di daerah ini, mulai dari pungli, ilegal drilling, PETI, hingga perusahaan yang tak memiliki HGU. Semua harus dituntaskan oleh Pemda Sarolangun dan Aparat Penegak Hukum (APH),” lanjutnya.
Pachrur meyakini, jika Pemda dan APH serius menangani berbagai praktik ilegal di wilayah hukum Sarolangun, maka permasalahan ini bisa diselesaikan. “Namun, jika dibiarkan, maka yang baik pun bisa ikut terseret dalam kejahatan yang terorganisir,” pungkasnya.
Sementara itu, Dinas Perhubungan Kabupaten Sarolangun saat dikonfirmasi menyatakan tidak mengetahui adanya aktivitas pungutan oleh Karang Taruna Desa di jalan milik Pemda. Sekretaris Dinas Perhubungan, Ujang Junaidi, didampingi Kabid Lalin M. Amin, menyebutkan bahwa tidak ada laporan atau pemberitahuan resmi mengenai aktivitas tersebut.
“Kalau itu benar terjadi, kami sepakat bahwa itu masuk kategori pungutan liar. Karena saat ini Pemda sendiri sudah tidak boleh lagi melakukan pungutan retribusi di jalan lintas. Untuk penertiban ini merupakan kewenangan Satpol PP karena menyangkut pelanggaran Peraturan Daerah (Perda),” jelas Ujang.
Ia juga menambahkan bahwa Satpol PP dapat berkoordinasi dengan kepolisian untuk menindak tegas praktik pungli yang meresahkan masyarakat.
Discussion about this post