Batam, Radarhukum.id – Berprestasi cemerlang sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), memiliki setumpuk pengalaman sebagai birokrat, kaya inovasi dan visioner. Herman Rozie, tokoh muda asal Kabupaten Kampar, Riau ini, memiliki perjalanan hidup yang menarik untuk diulas. Doktor Ilmu Pemerintahan lulusan IPDN (Institut Pemerintah Dalam Negeri) yang akrab disapa Hero ini, telah mengabdikan diri sebagai birokrat selama 22 tahun, rentang waktu yang cukup matang untuk menempa diri dan menangguk ragam pengalaman di pemerintahan. Hero saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam.
Anak keempat dari sembilan bersaudara tersebut, telah menorehkan prestasi pertamanya saat duduk di bangku kelas satu di SDN 041 Kampar. Meski waktu itu, saat pertama masuk sekolah ia sempat minder karena kerap salah dan ditertawakan teman sekelas.
Pada tahun 1983, Herman Rozie masuk sekolah dasar saat usianya baru menginjak 6 tahun. Pada awal masa sekolah, setelah melewati minggu pertama, Herman tidak mau kembali lagi ke sekolah. Rasa takut menyelimuti dirinya. Kawan-kawan sebayanya sudah mahir membaca karena sebelumnya mereka pernah bersekolah di taman kanak-kanak (TK), sementara Herman belum. Dia benar-benar memulai dari nol. Beberapa kali melakukan kesalahan saat proses belajar, semakin membuatnya merasa tertinggal. Hero mengenang, saat pertama kali disuruh tampil ke depan kelas membaca Bhineka Tunggal Ika ejaannya keliru, lalu ditertawakan oleh kawan-kawannya.
“Sampai akhirnya saya disemangati oleh guru yang baik. Saya masih ingat guru saya, bu Ernawati Nasution mengatakan jangan malu, jangan rendah diri dan beliau memberi motivasi. Kadang guru lain, buk Yus membonceng saya dengan motornya, kadang diantar oleh bapak agar semangat sekolah, hingga akhirnya saya mau sekolah lagi. Jasa mereka tak bisa dilupakan,” katanya.
Berkat ketekunan belajar, ternyata pada Cawu (Catur Wulan) pertama, Herman Rozie berhasil meraih juara tiga dari 40-an siswa. Capaian itu membuat percaya dirinya seketika tumbuh. Dari peringkat tiga, pada Cawu selanjutnya Herman berhasil meraih peringkat dua, prestasi itu kemudian berhasil ia pertahankan. Saat duduk di bangku kelas empat, Hero beroleh peringkat pertama.
“Ada saingan berat saya, namanya Mike Depiria. Itulah yang takbisa saya kalahkan. Saat Kelas empat kami pisah kelas, ada empat a dan 4b. Saya akhirnya juara satu. Juara satu sampai lulus Kelas 5, pas di kelas 6 kami gabung lagi dan akhirnya saya juara dua lagi,” katanya sembari tertawa.
Kolaborasi antara Herman Rozie dan Mike Depiria ternyata membawa prestasi gemilang bagi sekolah mereka hingga tingkat Provinsi Riau. Mereka berhasil mengharumkan nama sekolah, yang saat itu telah berganti nama menjadi SDN 21 Pekanbaru, dengan meraih juara dua dalam lomba cerdas cermat yang diselenggarakan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) se-Provinsi Riau. Dengan NIM yang mencapai 39 saat menamatkan SD, Hero—panggilan akrab Herman Rozie—melanjutkan pendidikannya ke SMPN 10 Pekanbaru. Di sekolah barunya itu, Hero berhasil menjadi siswa dengan nilai tertinggi di antara murid-murid lainnya.
Prestasi demi prestasi terus diraih Hero selama di SMP. Sejak kelas satu hingga lulus, dia selalu menyabet gelar juara umum. Bukan hanya cemerlang dalam akademik, Hero juga aktif dalam berbagai organisasi sekolah. Dia dipercaya menjadi ketua OSIS dan ketua Pramuka, yang kala itu masih disebut Pradana. Setiap perlombaan yang diikutinya selalu berakhir dengan kemenangan. Hero pun berhasil membawa SMPN 10 meraih juara dalam lomba cerdas cermat P4 tingkat Kota Pekanbaru. Tak hanya itu, ia juga terpilih mewakili Kota Pekanbaru dalam Jambore Nasional di Jakarta, sebuah kesempatan langka yang tidak didapatkan oleh semua pelajar bahkan sekolah SMP pada waktu itu.
Selayaknya remaja pada umumnya, saat SMP, Hero mulai mencari jati diri. Ia mulai memahami seperti apa kehidupan yang sebenarnya. Namun di titik ini, ada satu momen yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidup, tentang perjuangan ayahnya dan petuah yang diberikan sang ayah H. Muhammad Rozie ketika Hero kedapatan bekerja sampingan menjadi sopir oplet saat pulang sekolah.
“Waktu itu, bantu-bantu jadi sopir oplet bersama dengan seorang kawan, namanya Antoni. Dia bapaknya punya angkot. Saat bapaknya tidak narik kami bawa angkotnya. Dapat duit Rp2000 kan lumayan. Walupun saat itu hanya sekedar iseng saja. Namun saat bapak saya tau dia langsung memberi penegasan: Kau mau sekolah atau mau jadi sopir. Kalau mau sekolah, sekolahlah baik-baik. Jangan pikiran bagaimana cari duit untuk sekolah. Aku yang mikir. Itu tanggung jawab saya,” papar Hero menirukan kalimat ayahnya.
Ayah Hero, H. Muhammad Rozie, adalah seorang wiraswasta yang gigih dan penuh tanggung jawab. Dengan satu unit truk yang ia miliki, dia menjalankan usaha jasa transportasi barang, mengangkut berbagai komoditas seperti getah karet, batu bata dan lainnya, untuk menghidupi keluarganya. Meskipun tidak berasal dari kalangan yang berlimpah harta atau berpendidikan tinggi, H. Muhammad Rozie memegang teguh prinsip bahwa pendidikan adalah kunci masa depan yang lebih baik. Ia bertekad agar kesembilan anaknya mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya.
Walaupun menjalani hidup dengan sederhana, H. Muhammad Rozie menjadikan impian dan masa depan terbaik bagi anak-anaknya sebagai prioritas. Ia selalu menekankan bahwa tanggung jawab mencari nafkah adalah tugas orang tua, sementara tugas anak-anaknya adalah belajar dengan tekun dan menimba ilmu. Dengan segala daya dan upaya, dia memastikan bahwa anak-anaknya dapat menikmati kehidupan yang layak dan memiliki kesempatan untuk meraih pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Bagi H. Muhammad Rozie, pendidikan adalah investasi terbaik untuk masa depan. Ia percaya bahwa dengan pendidikan, peluang untuk meraih kehidupan yang lebih baik akan terbuka lebar. Dan keyakinan itu terbukti di kemudian hari, ketika anak-anaknya, termasuk Hero, berhasil menapaki jalan kesuksesan, mewujudkan impian yang telah diukir sang ayah sejak awal.
Dukungan dari orangtua, membuat semangat Hero dalam belajar cukup tinggi. Alhasil, dia berhasil menamatkan SMP dengan beroleh nilai terbaik dari semua siswa di sekolah itu. Saat tamat SMP dia dihadapkan dengan dua pilihan, antara SMA favorit dengan SMA biasa yang tidak jauh dari rumahnya.
“Ada pilihan SMA dekat rumah, seandainya saya masuk SMA itu, mungkin juara umum terus. Tapi saya lebih memilih SMA favorit yaitu SMAN 6 Pekanbaru. Agak jauh dari rumah, tapi ketika itu SMA ini favorit nomor satu untuk Provinsi Riau. Seluruh anak berprestasi Kabupaten dan Kota waktu itu ke sana tujuannya,” ujar Hero.
Di sekolah ini, prestasi akademis Hero tidak terlalu menonjol, namun ia masih dipercaya sebagai ketua Pramuka. Di Pramuka tersebut, setiap ada perlombaan, ia selalu bisa mengharumkan nama sekolah dengan memboyong juara. Perihal prestasi akademis yang tidak seperti sebelumnya, Hero menyadari betul dimana kekurangannya. Kini ia bersaing bukan lagi dengan tingkat Kampar, tetapi dengan siswa-siswa terbaik se-Provinsi Riau. Selain itu, umumnya mereka berasal dari kalangan orang berada dan anak pejabat.
“Jika saat awal masuk SD saya minder dan tidak mau sekolah karena tertinggal jauh dari kawan-kawan, saat SMA saya mulai bisa berpikir dan memahami situasi yang ada. Saya berpikir, wajar mereka bisa juara, mereka rata-rata ikut les, semua fasilitas mereka untuk belajar lengkap, sedangkan saya tidak. Namun syukurnya meski tidak bisa menjadi yang pertama seperti sebelumnya, saya tidak tertinggal jauh. Perkiraan saya waktu itu, anak peringkat terakhir saja dari sekolah ini kalau masuk sekolah lain bisa dapat juara karena NIM cukup tinggi dan untuk bisa masuk sangat ketat,” aku Hero.
Ada pertimbangan tersendiri mengapa dia memilih sekolah faforit.
“Seandainya saya ambil posisi aman, saya sekolah di SMA lain seperti yang dekat rumah, mungkin bisa juara, tapi saya tidak berkembang dan tidak bisa bersaing. Ketika masuk Perguruan Tinggi saya mungkin tidak akan diperhitungkan. Saya tidak kecil hati, tetapi lebih kepada mencoba mengambil sisi positifnya,” tambah Hero.
Bagi Hero, masa SMA merupakan masa pemahaman dan pendewasaan. Seiring waktu, ia memahami intelektualitas tidak berdiri sendiri sebagai modal berbuat lebih demi kebaikan. Ia perlu disejalankan dengan kemampuan bersosialisasi dan menerima hal yang lebih kompleks.
Sejatinya, ini telah ditanam sejak SMP. Namun di SMA, Hero remaja yang beranjak ke fase hidup pubertas mulai menemukan jalan baru tersebut. Tak ayal, ini memperkaya khazanah berpikirnya, sikap dan mempengaruhi gaya pengabdiannya kelak. Lepas dari SMA, keinginannya tertuju melanjutkan studi di STPDN Jatinangor (kini IPDN) Tahun 1995. Namun garis takdir lain, ia tidak lulus seleksi. Hero tetaplah Hero. The one and only. Ia tak ingin waktunya berlalu begitu saja, juga tak ingin meratapi ketidaksesuaian takdir dan keinginan yang ia alami. Pada tahun yang sama, ia diterima Fakultas Perikanan Universitas Riau (UNRI). Yang dipilih Jurusan Teknologi Hasil Perikanan.
“Fakultas Perikanan adalah fakultas favorit waktu itu di UNRI,” kenangnya.
Hero tak lama di UNRI. Hanya setahun. Yang pada akhirnya, ia memilih untuk kembali mendaftar STPDN pada Tahun 1996. Walau hanya dua semester di UNRI, Hero meninggalkan jejak yang membanggakan. Menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan juga Wakil Ketua Kreativitas Seni Mahasiswa angkatan 95. Mungkin, karena aktifnya Hero selama menjadi civitas akademika di kampus itu, hingga kini oleh para sejawatnya ia dianggap alumni dan tergabung dalam grup alumni angkatan. Pada tahun 1996 tidak hanya mendaftar STPDN. Ia juga mendaftar AKABRI, sayangnya tidak lulus. Hal ini mengingatkan dirinya saat gagal masuk SM Taruna Nusantara semasa remaja. Tipikal Herman memang tak patah arang. Seolah tak ingin gagal lagi serta didorong keinginan lulus di STPDN. Enam bulan sebelum pendaftaran, ia fokus mempersiapkan diri sebaik mungkin. Pagi, siang dan malam dimanfaatkan olehnya untuk belajar dan berolahraga. Tak lupa berdoa. Sang ibu, Hj Nurbaity bahkan takjub dengan usaha anaknya itu. Usaha yang berbuah manis, hingga kemudian pada kesempatan yang kedua ini Herman ‘berjodoh' dengan STPDN, senada dengan keinginannya dahulu.
“Diterima di STPDN, saya ditunjuk sebagai koordinator kontingen Riau,” ucap dia.
Selama menjadi Praja STPDN, Hero begitu aktif. Ia tercatat ikut pengkaderan komando, kemudian di bidang seni ia aktif di Teater Persada. Tidak hanya itu, ia juga aktif di Pramuka. Juga yang termasuk berkesan adalah ikut ESAR (Explorer, Search and Rescue) Gunung Hutan yang dibina oleh Wanadri (Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri).
Dari sekitar 4 ribu praja waktu itu, Hero adalah salah satu dari 20 orang perwakilan tingkat yang ikut dalam kegiatan yang diadakan selama 21 hari di hutan tersebut. Usai kegiatan, para praja membentuk Wapa Manggala, Herman tercatat pernah diamanahi menjadi ketua pada organisasi tersebut. Selama empat tahun menempuh studi di STPDN, Hero ikut tinggal dalam barak. Di sekolah kedinasan ini, setiap baraknya terdapat 47 praja. Satu barak disekat empat petak. Setiap petaknya ditempati 10 hingga 11 orang.
Kehidupan di barak merupakan salah satu yang berkesan baginya. Bagaimana tidak, sahabatnya dari berbagai latar belakang suku, budaya hingga agama. Artinya, keberagaman ini membawa arti lebih bagi dirinya dan sahabat-sahabatnya kelak bertugas dan menjalani kehidupan pada umumnya.
“Ada yang dari Bali, Papua, NTT juga daerah lainnya. Nama-namanya ada Agung Oktovianus Petrus, Johannes, Sigit Triwono, Aldi Ramadhan dan lainnya,” imbuhnya.
Sederhananya, kehidupan di barak membuat Hero menjadi semakin paham perihal keragaman, salah satu khazanah yang membuat negara dan bangsa ini istimewa.
Tak hanya beragam, antar praja direkatkan dengan persatuan dan rasa persaudaraan yang kokoh.
“Tentu saja nilai toleransi terasa, ini menjadi modal kami ketika bertugas. Bila saya tak bagus-bagus amat, namun ada hal lain yang berharga yang saya dapat, bagaimana memahami sesama dengan latar belakang yang ragam,” imbuhnya, bangga.
Menjadi praja, memang tak melulu diboboti perihal intelektualitas. Selain pengajaran yakni kuliah atau teori, juga ada pelatihan
seperti praktik berkebun, bercocok tanam, dan banyak hal praktisnya lainnya. Serta pengasuhan, seperti siraman rohani. Untuk yang muslim, dibiasakan salat berjamaah bahkan mengikuti ceramah agama oleh ustaz kondang, Abdullah Gymnastiar atau AA Gym. Yang ia pahami menjadi Praja IPDN tidak hanya ahli ilmu pemerintahan dalam teori. Namun juga harus cekatan dalam praktik. Konsep pamong dijewantahkan melalui perpaduan keduanya. Jika ini berhasil, praja kelak akan lebih memahami fungsinya.”Karena yang akan kita hadapi beragam latarbelakang, dari sifat, keinginan, hingga ragam budaya maupun agama,” tutur dia.
Waktu ke waktu dilewati, Hero tamat dari STPDN tahun 2000. Ia lantas ditugaskan di Bagian Kepegawaian Pemko Batam. Ada hal yang menarik, ketika pertama mengabdi. Atasannya saat itu Raja Hamzah menanyakan latar belakangnya selama di STPDN. Ia justru ditanyai bisa atau tidak menyetir. Ia diminta menjemput salah satu Pemateri Diklat untuk satu kegiatan dari bilangan Sekupang.
“Jadi saya selain jadi staf beliau, juga sekaligus sopir,” ucapnya sembari mengenang kebaikan atasannya yang telah berpulang lebih dahulu itu.
Ia juga pernah dipercaya sebagai ajudan. Namun tidak lama. Dari ajudan, ia diamanahi tugas baru sebagai Kasi Pelayanan Umum di Kantor Camat Belakangpadang periode 2001-2002.
Pada 9 Februari 2002, ia mulai menempuh studi S2 Jurusan Administrasi Publik di Universitas Gajah Mada (UGM). Studi S2-nya terbilang cepat. Diselesaikan hanya dalam 20 bulan. Rentan waktu itu termasuk persiapan menunggu prosesi wisuda. Singkatnya, setelah menempuh studi magisternya ini, Hero kembali bertugas di Kepegawaian Pemko Batam hingga tahun 2011 dari menjadi staf hingga Kabid Diklat.
Gebrakan luar biasa ia lakukan saat dipercaya sebagai Kabid Diklat. Pihaknya menyekolahkan anak-anak pesisir atau pulau asli Batam kurang mampu ke Sekolah Tinggi Perikanan (STP) juga ada yang dikuliahkan ke Universitas Gajah Mada (UGM). Tidak hanya kalangan tak mampu, pihaknya juga memfasilitasi kemudahan bagi kalangan mampu untuk kuliah di kampus yang mereka inginkan. Belakangan, pihaknya seolah tak ingin berhenti berbuat, Program Bantuan Belajar juga digulirkan bagi anak pulau yang belajar di Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam, Universitas Batam (Uniba) hingga Universitas Maritim Ali Haji (Umrah) Tanjungpinang.
“Kenapa adik-adik kita ini dibantu, prinsip kami adalah semua orang punya potensi yang sama. Tak fair rasanya, kita bandingkan anak pulau dengan yang di kota apple to apple.
Kasih kesempatan yang sama, kita bantu, saya yakin anak pulau juga mampu,” kata dia.
Selepas di Bagian Kepegawaian, ia selanjutnya dipercaya menjadi Kabag Protokol hingga tahun 2013. Tugas barunya tersebut ia jalani dengan baik. Walau ia akui, bagi Hero yang ingin terus berkreativitas, ia merasa tak sesuai dengan posisinya tersebut.
Namun baginya amanah harus terus dijalankan semaksimal dan sebaik-baiknya.
Sejak di bagian Protokol, Hero kemudian melanjutkan studi doktoral di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan lulus pada tahun 2018. dalam rentan waktu
ini, ia telah dipercaya untuk mengisi berbagai jabatan strategis di Pemko Batam. Dari protokol, ia dipercaya menjadi Kabag Ortal. Ia tak lama di jabatan ini, hanya 9 bulan.
Selanjutnya, selama 2,5 tahun lebih dalam rentan waktu 2013 hingga 2016, dirinya dipercaya menjadi Camat Lubuk Baja Kota Batam. Sebenarnya ia tidak berambisi untuk menjadi camat. Mengingat ia tak pernah jadi lurah maupun sekretaris camat (Sekcam). Namun karena itu perintah dari Muhammad Rudi (Wali Kota Batam yang juga Kepala BP Batam), ia lantas menerimanya sebagai tugas.
Tentu saja, menjadi camat berbeda dengan berbagai amanah yang ia jalani sebelumnya yang cenderung berkaitan dengan urusan pemerintahan di dalam. Camat saban hari harus berinteraksi langsung dengan masyarakat. Ia mengaku, sebenarnya tidak sulit jika paham rule-nya. Karena selama di STPDN ia ditempa untuk hal tersebut. Tak terkecuali, kisah bersama sahabat-sahabatnya dulu di barak dengan latarbelakang yang ragam.
“Masyarakat itu sahabat dan keluarga kita. Dalam melayani mereka, jangan sesekali sekadar teori. Hadirkan diri kita dan fungsi kita di tengah-tengah mereka,” imbuhnya.
Hero mengatakan, menjadi pemimpin hendaknya memahami diri merupakan masyarakat juga, yang ketika kembali ke lingkungan tempat tinggalnya ingin diperhatikan, dilayani dan mendapat haknya sebagai masyarakat. “Gini seperti saya warga Tiban Sekupang, sebagai warga kalau camat saya tak hadir kegiatan, pelayanan lambat pasti akan ngeluh. Ini harus saya pahami sama ketika sebagai Camat Lubukbaja. Lalu pelayanan tak boleh diskriminasi, semuanya harus dapat kesempatan yang sama,” papar dia.
Selama menjadi camat, apresiasi berbagai kalangan tertuju pada diri Hero. Baginya, amanah pimpinan yang disematkan padanya adalah tugas bagi daerah dan masyarakat. Alih-alih ia anggap prestasi, ia menyebut ini memang tugasnya sebagai pemimpin wilayah. Kuncinya adalah bertanggung jawab atas tugas yang diemban.
“Selama jadi camat kami dan tim juga mengembangkan kemudahan layanan melalui aplikasi APOK. Jadi masyarakat tak perlu bolak balik kantor camat untuk urus Surat Domisili, Kartu Kuning dan lainnya,” ujarnya.
Dengan program ini, masyarakat cukup bertransaksi online, setelah diproses petugas masyarakat cukup datang ambil ke kantor kecamatan. Di kecamatan, layanan juga dibuat senyaman mungkin, dengan pelayanan yang ramah kepada masyarakat. inovasi ini lantas disetujui oleh Wali Kota Batam Muhammad Rudi.
“Jadi anggapan klise urusan sama pemerintah itu susah kami ubah. Waktu di kecamatanpun, masyarakat kami siapkan ruangan pelayanan yang nyaman. Pasang Tv hingga siapkan showcase minuman,” imbuhnya.
Setelah camat, Hero menjadi Sekretaris Dinas Tata Kota pada tanggal 7 Desember tahun 2016. Hanya berselang tiga minggu (seiring perubahan SOTK) ia kemudian pada 31 Desember dilantik menjadi Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Pemukiman dan Pertamanan (Disperkimtan) Kota Batam.
Selama di Perkimtan ia turut menyukseskan program inovatif era Wali Kota Batam Muhammad Rudi dan wakilnya Amsakar Achmad yakni Pemberdayaan Masyarakat Percepatan Infrastruktur Kelurahan (PM PIK). Program yang menjadi contoh berbagai daerah dan diakui pemerintah pusat ini, awalnya bernilai Rp 1 miliar perkelurahan. Hingga kini bernama Pembangunan Sarana Prasarana Kelurahan (PSPK) yang dikucurkan Rp 2 miliar perkelurahan dan diproyeksikan naik menjadi Rp3 miliar perkelurahan.
April 2018, Hero didapuk menjadi Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) definitif setelah sebelumnya sembari menjadi Kepala Disperkimtan, ia merupakan Plt Kepala DLH, yang saat itu dipercayai langsung oleh Rudi.
Dalam banyak inovasinya, Hero kerap belajar dari pengalaman. Seperti pelayanan persampahan ini. Sewaktu jadi camat, ia merasakan betul betapa pihaknya ingin berbuat lebih bagi masyarakat tapi armada tak bisa menjangkau hingga ke pemukiman. Hero kemudian menerapkan program visioner nan berguna, armada persampahan harus menjangkau pemukiman. Maka hadirlah pelayanan pickup hingga motor. Lambat laun namun pasti, wilayah yang semula tak terjangkau kemudian terlayani.
Agar operasional efektif dan efisien, armada tak ‘ditumpuk' di DLH, namun ditempatkan di setiap kecamatan. Alhasil penanganan persampahan terus membaik dan keluhan berkurang drastis. Ia tak menampik, masukan masyarakat tetap ada. Tak berkecil hati, justru ia dan timnya menjadikan masukan tersebut pelecut untuk terus meningkatkan layanan.
“Sembari berbuat, kami terus mengevaluasi diri demi perbaikan layanan ke depan,” katanya. (Ifan/Adi)
Discussion about this post