Lebak, Radarhukum.id — Pemutusan program bantuan sosial terhadap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Sosial Nomor 80 Tahun 2025 dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), menuai keluhan dari sejumlah warga.
Kebijakan ini dinilai diskriminatif dan diterapkan tanpa sosialisasi yang memadai. Sejumlah KPM merasa kebijakan tersebut langsung diberlakukan tanpa pemahaman awal kepada masyarakat.
“Saya sebagai KPM merasa didiskriminasi. Saya menyayangkan dan menyesalkan tidak adanya sosialisasi terhadap SK dan Inpres tersebut. Seyogianya dilakukan sosialisasi terlebih dahulu, bukan langsung eksekusi,” kata Yana (31), warga Kabupaten Lebak, Kamis (3/7/2025).
Ia menjelaskan, banyak KPM sangat kecewa dengan pemberhentian bantuan yang dilakukan tiba-tiba. Masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari bantuan sosial merasa kehilangan pegangan.
“Banyak warga sedang dalam kondisi tidak baik, bahkan sakit, sementara kepesertaan PBI-JK mereka berstatus nonaktif. Untuk mengurusnya kembali aktif butuh berkas-berkas yang cukup rumit. Tidak semua masyarakat mudah mengakses kantor desa karena berbagai kendala,” jelasnya.
Menurut Yana, proses pemutakhiran data dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ke DTSEN seharusnya dibarengi dengan transparansi data. Ia berharap masyarakat memiliki salinan data mereka sendiri untuk memastikan keakuratan pengisian yang dilakukan oleh pendamping.
“Untuk Program PKH, survei dilakukan oleh pendamping. Seharusnya kami bisa mendapat fotokopi data itu untuk memastikan apa yang mereka input ke aplikasi SIGMA benar adanya. Karena apa yang mereka input, itu menyangkut hidup kami sebagai masyarakat miskin,” pungkasnya.
Discussion about this post