Lahir di Moro, Kabupaten Karimun, pada 30 Oktober 1962, Abidin Fan tumbuh dengan mimpi besar yang melekat kuat di benaknya: menjadi orang kaya dan memiliki pabrik empat lantai. Mimpi itu bukan sekadar angan kosong, tapi menjadi kompas hidup yang terus ia kejar sejak usia dini.
Memasuki awal 1980-an, pria yang belakangan lebih dikenal sebagai Abidin Hasibuan bersama istrinya hijrah ke Batam, kota yang saat itu belum seramai sekarang. Ia memulai dari nol, mengadu nasib dengan menjadi pedagang telur hingga calo paspor. Hidup serba kekurangan sudah jadi makanan sehari-hari. Pernah, Abidin dan istrinya harus bertahan seharian tanpa makan, hanya minum air putih untuk menahan lapar. Tapi, menyerah bukan pilihan.
Perlahan, pintu kesempatan terbuka. Tahun 1987, Abidin dipercaya menjadi General Manager di PT Hi Tech Agratekron Sempurna. Dua tahun berikutnya, ia bergabung dengan PT Singamip sebagai Manajer Produksi. Di dua perusahaan itulah ia mengasah kemampuan manajerial, memahami industri manufaktur, dan membangun kepercayaan diri untuk melangkah lebih jauh.
Langkah besar itu benar-benar diwujudkan pada 1 Juni 1990, ketika ia mendirikan PT Sat Nusapersada (Satnusa) di kawasan Pelita, Batam. Perusahaan ini bergerak di bidang perakitan papan sirkuit cetak (PCB). Di awal berdiri, Satnusa hanya memiliki 22 karyawan, termasuk Abidin sendiri.
Perjalanan Satnusa tidak selalu mulus. Tahun 1991, badai finansial menghantam. Abidin terpaksa meminjam uang dari rekan pengusaha demi menyelamatkan perusahaan. Tapi mentalnya sudah terbentuk. Tekad kuat, komitmen tinggi, dan prinsip menjaga kepercayaan menjadi pegangan utamanya. “Kepercayaan lebih mahal dari uang,” begitu prinsip yang ia pegang teguh.
Seiring waktu, Satnusa tak hanya mampu bertahan, tapi juga berkembang pesat. Dari sekadar pemasok PCB, perusahaan ini merambah ke perakitan produk setengah jadi dan produk elektronik lengkap. Di tengah kondisi Batam yang saat itu penuh tantangan—kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, dan infrastruktur terbatas—Abidin justru menciptakan titik terang.
Ia juga dikenal sebagai sosok yang menolak Batam hanya menjadi kawasan industri kelas bawah. Lewat Satnusa, Abidin mendorong penguasaan teknologi tinggi, membuka peluang kerja, sekaligus mengembangkan SDM lokal agar bisa bersaing di level global.
Tahun 1995–1996 menjadi tonggak penting. Satnusa memproduksi Pick-up Optik pertama dan membangun jalur Surface Mounting Technology (SMT). Yang awalnya hanya beberapa jalur, berkembang menjadi 31 jalur SMT lengkap dengan mesin-mesin otomatis mutakhir untuk pemasangan IC mikro dan komponen lainnya.
Abidin Fan membuktikan bahwa mimpi besar bisa dicapai lewat kerja keras, keberanian mengambil risiko, dan komitmen menjaga kepercayaan. Dari pelosok Moro, ia menjelma menjadi salah satu tokoh industri terdepan di Batam, menginspirasi banyak orang bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti bermimpi. (Mdk)
Discussion about this post