Batam, Radarhukum – Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) menyelesaikan perkara penipuan yang terjadi di Kota Batam melalui mekanisme Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ). Ekspose permohonan penghentian penuntutan digelar secara virtual dipimpin Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI, Dr. Undang Magopal, S.H., M.Hum, Senin (17/11/2025).
Kegiatan tersebut dihadiri Kepala Kejati Kepri J. Devy Sudarso, didampingi Wakajati, Aspidum, Koordinator, para Kasi, serta jaksa fungsional Bidang Pidum. Dari Kejari Batam ikut serta Kajari Batam I Wayan Wiradarma, S.H., M.H., Kasi Pidum, dan jajaran secara virtual.
Perkara yang dihentikan penuntutannya adalah kasus penipuan/penggelapan dengan tersangka Ganda Rahman Bin Amirudin. Ia dijerat Pasal 372 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP atau Pasal 378 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Berdasarkan berkas perkara, pada 2 September 2025 tersangka mendatangi dua warung berbeda dan mengaku sebagai karyawan Pertamina atau PT Elpiji. Ia menawarkan jasa pengisian ulang gas melon 3 kg seharga Rp20.000 per tabung.
Kemudian, korban Risnawati menyerahkan 9 tabung gas dan Rp180.000, namun tersangka tidak kembali. Total kerugian korban mencapai Rp680.000. Korban Deniyani Zebua menyerahkan 4 tabung gas dan Rp80.000, namun tersangka juga menghilang.
Uang hasil penipuan digunakan tersangka untuk keperluan pribadi. Sementara 11 tabung gas disimpan di rumah kosong di kawasan Bengkong Bengkel, Batam.
Jampidum Kejagung RI menyetujui penghentian penuntutan setelah perkara tersebut memenuhi syarat sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan SE Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022, yaitu: Ada kesepakatan damai antara korban dan tersangka, tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, tersangka mengakui kesalahan dan korban memaafkan, serta pertimbangan sosiologis; masyarakat merespons positif penyelesaian melalui RJ,
Dengan terpenuhinya syarat tersebut, Kejari Batam akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berbasis keadilan restoratif.
Kajati Kepri J. Devy Sudarso menegaskan bahwa kebijakan RJ bertujuan memulihkan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, bukan memberikan celah bagi pelaku untuk mengulang perbuatannya.
“Restorative Justice mengedepankan dialog dan mediasi agar hubungan yang rusak akibat tindak pidana dapat dipulihkan. Ini bukan soal pengampunan semata,” tegasnya.
Kajati Kepri menyebut penyelesaian perkara melalui RJ menjadi kebutuhan hukum masyarakat karena lebih menekankan pemulihan keadaan, perlindungan hak korban, dan efisiensi peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan.




























Discussion about this post