Oleh: Ifanko Putra
Sebagian besar kepala daerah maupun anggota legislatif belakangan ini amat perhatian, terasa begitu dekat dengan masyarakat. Mereka selalu hadir, unjuk muka, dan turut berkontribusi dalam setiap kesempatan bersama masyarakat.
Jika ada yang kondangan misalnya, asal diundang, minimal bila fisik mereka tidak hadir, sang pejabat bakal mengirim papan bunga ucapan selamat. Lebih-lebih, jika ada kegiatan yang mengumpulkan orang banyak seperti kegiatan organisasi masyarakat atau komunitas, sedapat mungkin mereka pasti hadir dan berkontribusi.
Bila ada komplain terkait pelayanan publik maupun fasilitas umum, dengan lekas komplain tersebut ditindaklanjuti, kemudian hasilnya biasanya disiarkan oleh banyak media dengan berbagai narasi dan judul bak pahlawan kesiangan: Bupati Sigap Menangani Keluhan Warga… Gubernur Gerak Cepat Tindaklanjuti… DPRD Meminta Kepala Dinas.. Anggota Dewan Membantu.. Dan lain sebagainya.
Mereka pun belakangan begitu royal berbagi dengan masyarakat. Baik itu berupa sembako, bantuan tunai, ataupun memberikan fasilitas atau perhatian lebih untuk masyarakat miskin. Sumber dananya bisa dari anggaran pemerintah yang diatur sedemikian rupa, dari pihak ketiga, bahkan tak jarang pula dari kantong pribadi.
Selain itu, kontak mereka pun jadi lebih gampang dihubungi dan merespon lebih cepat daripada sebelumnya, terlebih yang menghubungi itu adalah orang yang memiliki banyak pengikut, tokoh masyarakat, atau wartawan.
Ya, tentu saja semua ini dilakukan agar mereka terlihat sebagai pemimpin yang dekat dengan masyarakat, pemimpin yang telah bekerja keras, pemimpin yang mendengarkan, serta pemimpin amanah dan pro rakyat. Para pejabat tersebut melakukan semua daya upaya agar terlihat sebagai orang yang bisa diandalkan. Kesalahan ataupun noda sedapat mungkin dihindari atau sekali pun jangan sampai tampak. Pendeknya, agar nama mereka terus diingat dan mendapat simpati masyarakat hingga Pileg, Pilkada, atau Pemilu 2024 nanti, lantas dipilih lagi.
Memang, beberapa poin di atas cukup jarang kita lihat beberapa tahun sebelumnya, terutama tahun awal setelah mereka terpilih untuk menduduki kursi kepala daerah maupun anggota legislatif. Hanya beberapa gelintir saja yang konsisten hadir untuk masyarakat, bekerja dengan baik dan amanah sejak pertama terpilih hingga akhir jabatan, dan orang yang demikian dapat dihitung dengan jari. Sisanya, mereka lebih banyak memikirkan bagaimana menghasilkan uang, menumpuk kekayaan melalui jabatan yang mereka emban dan bagaimana cara melanggengkan kekuasaan.
Andai suasana terus seperti akan pemilihan, dalam artian seandainya tindakan pejabat selalu seperti saat akan pemilihan: Pemimpin dekat dengan masyarakat, memperhatikan masyarakatnya, sigap menangani segala keluhan, fasilitas umum diperhatikan, dan mereka berhati-hati dalam berbuat, alangkah hebatnya daerah kita, betapa majunya negeri kita. Apabila dikaji lagi, sebenarnya demikianlah seharusnya mereka berbuat untuk kepentingan negara dan masyarakat banyak.
Namun sayang sekali, lumrahnya ini hanya terjadi pada saat-saat menjelang pemilihan sudah dekat. Musiman. Setelahnya, masyarakat terutama golongan bawah, tetap tertinggal dengan segala penderitaan mereka.
Maka, tak salah kalau banyak meme yang beredar: “Kalau orang tiba-tiba baik, berarti dia Caleg/Cakada.”
Discussion about this post