Keputusan Presiden Joko Widodo untuk memberikan pangkat jenderal kehormatan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjadi sorotan. Pemberian tersebut direncanakan dalam acara rapat pimpinan TNI-Polri di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur pada Rabu (28/2/2024). Meskipun UU 34 Tahun 2004 tentang TNI tidak menyediakan pangkat kehormatan untuk pensiunan, acara ini direncanakan sebagai penghormatan atas jasa Prabowo. Namun, perlu dicatat bahwa aturan pangkat di TNI hanya menyebutkan pangkat efektif, lokal, dan tituler, tanpa menyertakan pangkat kehormatan bagi pensiunan.
Aturan tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 UU 34 Tahun 2004, membedakan pangkat efektif untuk prajurit aktif, pangkat lokal untuk tugas sementara, dan pangkat tituler untuk warga negara yang memangku jabatan tertentu. Namun, tak ada keterangan mengenai pangkat kehormatan untuk pensiunan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo merupakan langkah di luar ketentuan aturan resmi TNI.
Pentingnya menghormati jasa setiap individu dalam TNI diakui, dan UU Nomor 20 Tahun 2009 menyebutkan beberapa bentuk penghargaan untuk penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang masih hidup. Salah satunya adalah ‘pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa', namun disoroti bahwa hal ini berlaku khusus untuk prajurit aktif atau yang belum pensiun, bukan untuk purnawirawan atau pensiunan TNI.
Dalam konteks ini, pasal 33 ayat 3a UU Nomor 20 Tahun 2009 memberikan ketentuan bahwa ‘pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa' berlaku untuk prajurit aktif atau yang belum pensiun. Hal ini menegaskan bahwa pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo di luar konteks yang diatur oleh UU, mengingat Prabowo sudah merupakan purnawirawan.
Diperlukannya sebuah kerangka hukum yang jelas dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, agar tindakan semacam ini tidak menimbulkan kerancuan hukum dan kontroversi di kalangan masyarakat. Pemahaman mendalam terhadap aturan yang berlaku menjadi krusial untuk menjaga kewibawaan dan integritas institusi, termasuk dalam hal pemberian pangkat kehormatan.
Motif Politik
Aspek politis dari tindakan Jokowi memberikan pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto dapat dilihat sebagai langkah yang melibatkan dinamika politik dan hubungan antara kedua tokoh tersebut. Pemberian pangkat ini bisa diinterpretasikan sebagai upaya Jokowi untuk membangun citra kolaboratif dan rekonsiliasi dengan Prabowo, menunjukkan persatuan di tengah perbedaan politik.
Mengaitkan tindakan ini dengan pencalonan anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden, memunculkan spekulasi bahwa ada motif politik di balik keputusan tersebut. Pemberian penghargaan kepada Prabowo bisa saja dianggap sebagai bentuk apresiasi dan upaya untuk membangun aliansi politik yang lebih luas.
Namun, perlu diingat bahwa spekulasi mengenai motif politik ini masih perlu dikonfirmasi dengan informasi yang lebih mendalam. Ketidakpastian terkait alasan di balik pemberian pangkat jenderal kehormatan menambah kompleksitas dalam memahami dinamika politik di tingkat puncak pemerintahan (***)
Discussion about this post