Lampung Barat, Radarhukum.id – Dalam dunia pendidikan Indonesia, pungutan liar (Pungli) dengan dalih sumbangan seringkali menjadi momok dan dilema, terutama pada awal tahun ajaran baru. Salah satu bentuk pungli yang sering dikeluhkan oleh orang tua murid adalah pungutan yang diatributkan kepada komite sekolah atau SPP.
Di Kabupaten Lampung Barat misalnya, banyak sekolah negeri tingkat SMA/SMK menetapkan iuran komite atau SPP sebesar 100-125 ribu rupiah per siswa. Bahkan, ada sekolah yang mengancam akan menahan ijazah dan rapor siswa jika uang tersebut tidak dilunasi tepat waktu.
Meskipun uang komite seharusnya merupakan inisiatif penggalangan dana sukarela dari orang tua murid, namun pungutan ini seringkali bersifat memaksa dan tidak sesuai dengan ketentuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah menegaskan, bahwa komite hanya boleh menggalang dana dalam bentuk bantuan atau sumbangan, bukan pungutan. Namun, realitas di lapangan seringkali berbeda.
Dr. Yunada Arfan, seorang akademisi praktisi pendidikan tinggi asal Lampung Barat, menyatakan, pungutan komite sekolah yang tidak sesuai dengan prinsip sukarela dan tidak mengikat bertentangan dengan regulasi, terutama Pergub 61 Tahun 2020 tentang Peran serta Masyarakat dalam Pendanaan Pendidikan. Pergub tersebut menekankan bahwa sumbangan pendidikan harus bersifat sukarela, tidak mengikat.
“Memang hal ini dilema tersendiri dalam dunia pendidikan, kalau kita mau mengacu pada Pergub 61 Tahun 2020 Tentang Peran serta masyarakat dalam pendanaan pendidikan untuk sekolah menengah atas negeri dan satuan Pendidikan khusus negeri pada Bab 1 ketentuan umum pada pasal 5 yang bunyinya: Sumbangan pendidikan yang selanjutnya disebut dengan sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa olehpeserta didik, orangtua/wali, perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan. Kan jelas sifatnya itu sukarela tidak mengikat dan tidak boleh di tentukan nilainya,” ujarnya, ketika dimintai pendapat.
Lebih lanjut Dr.Yunada arfan menjelaskan, pada BAB III tentang sumbangan orangtua/wali peserta didik pasal 5 yang ada beberapa unsur diantaranya:
1.Musyawarah mufakat
Adanya kemufakatan yang tidak memaksa
2.Akuntabilitas
Keterbukaan dari kegunaan sumbangan itu apa dan disampaikan tidak pada rapat komite tujuan dan kegunaan beserta rinciannya
3.Keadilan
Sudah adilkah untuk masyarakat dengan mempertimbangkan nilai pendapatan ekonomi masyarakat
4.Kecukupan
Asas kecukupan dalam hal ini dari pos pos dana yang sudah ada contohnha dari dan BOS
5.Keterbukaan
Sejauh mana sekolah terbuka terhadap pengelolaan pos dana yang sudah ada
6.Tidak mengikat
Artinya tidak ada mewajibkan sehingga terkesan memaksakan kehendak
7.Kemanfaatan
Kemanfaatan ini apakah sudah ada pengkajian khususnya.
“Intinya semua itu boleh dan sah-sah saja karena sudah didukung oleh Pergub 61 tersebut. Hanya saja dari semua pointnya yang saya baca disitu diterangkan berkali kali sifatnya adalah tidak mengikat dan sumbangan jadi kalo ada penetapan angka, saya rasa itu agak bertentangan dengan pergub itu sendiri,” pungkasnya.
(Rangga Kusuma).
Discussion about this post