Sarolangun, Radarhukum.id – Pasca studi banding para kepala desa Kabupaten Sarolangun ke Pulau Dewata, Bali, muncul protes dari sejumlah kepala desa lantaran anggarannya membengkak dari kesepakatan awal. Uang ratusan juta diduga menguap tanpa kejelasan penggunaanya, sementara pengurus APDESI Sarolangun saling lempar tanggung jawab ketika dikonfirmasi media ini.
Saat studi banding ke Bali, mereka diharuskan menyetor uang tambahan sebesar dua juta rupiah kepada Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Sarolangun. Padahal awalnya, anggaran yang telah ditetapkan untuk dana studi banding hanya sepuluh juta rupiah per desa. Kondisi ini menyebabkan banyak kepala desa tidak puas dengan tambahan biaya yang membengkak untuk kegiatan studi banding tersebut.
Menurut beberapa kepala desa di Kecamatan Mandiangin Timur, mereka mengungkapkan rasa kecewa pada APDESI Kabupaten Sarolangun. “Untuk studi banding ke Bali, kita harus membayar 12 juta rupiah, bukan 10 juta rupiah. Namun, kita tidak tahu untuk apa uang dua juta tersebut karena tidak ada penjelasan dari APDESI,” ujar salah seorang kepala desa yang enggan disebutkan namanya.
“Jika satu desa membayar (tambahan) dua juta rupiah, dengan total 149 desa di Kabupaten Sarolangun, ratusan juta rupiah telah diterima oleh APDESI. Jika penggunaannya jelas dan terbuka, kita bisa maklum. Namun, mereka tidak transparan. Kita tidak tahu ke mana realisasinya, sehingga timbul rasa curiga dan ketidakpuasan,” bebernya.
Selain itu, ketidakpuasan dan kejanggalan juga dirasakan dalam kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) yang digelar di Jambi. “APDESI hanya menghadirkan para pejabat APIP dari Kabupaten Sarolangun. Jika hanya Kapolres, Kejari, dan Inspektorat, kenapa harus diadakan di Jambi? Cukup di Sarolangun saja, kecuali narasumbernya dari luar Provinsi Jambi,” tambahnya.
Slamet Rahardjo, Kepala Desa Butang Baru, saat dikonfirmasi tidak membantah kebenaran hal ini. “Semua kades di Kecamatan Mandiangin Timur terkena tambahan biaya tersebut. Namun, saya tidak tahu untuk apa uang itu digunakan oleh APDESI,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Ketua APDESI Kabupaten Sarolangun, Ibrahim, ketika dikonfirmasi terkait hal ini melalui WhatsApp, memberikan jawaban yang mengejutkan. “Maaf, soal itu bukan kewenangan kami untuk menjawab. Tanyakan ke Warsun dan Edi, mereka yang ditunjuk sebagai biro perjalanan,” ujar Ibrahim singkat.
Sedangkan Edi, saat ditanya, mengaku tidak tahu menahu soal tersebut. “Kami hanya utusan biro perjalanan. Kalau soal anggaran, coba tanya ke petinggi APDESI,” ujarnya.
Karut-marut anggaran studi banding ke Bali yang dimotori oleh APDESI Kabupaten Sarolangun ini patut menjadi perhatian pihak terkait, khususnya APIP dan BPKP Jambi, untuk turun melakukan audit untuk menghindari adanya dugaan korupsi dalam pengelolaan anggaran untuk studi banding tersebut. (Mara)
Discussion about this post