Lebak, Radarhukum.id – Kabupaten Lebak menghadapi masalah serius terkait kepatuhan perusahaan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja. Ketua Pengurus Pusat Ikatan Mahasiswa Lebak (PP IMALA), Ridwanul Maknunah, menerima banyak aduan dari pekerja pabrik yang merasa dirugikan akibat pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di wilayah tersebut.
Menurut Ridwan, dari sekitar 190 perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Lebak, diduga 60% di antaranya tidak mematuhi ketentuan dalam UU Cipta Kerja. Sejumlah pekerja melaporkan, mereka menerima gaji di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK), status kontrak kerja yang tidak jelas, bahkan tidak terdaftar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Ketenagakerjaan.
“Dari informasi yang kami terima, kami melakukan survei di beberapa kecamatan, seperti Banjarsari dan Rangkasbitung, dan menemukan banyak perusahaan yang mengabaikan peraturan pemerintah. Kondisi ini memperburuk kesejahteraan pekerja,” ujar Ridwan, Rabu (23/10/2024).
Selain pelanggaran terhadap UU Cipta Kerja, Ridwan juga mencurigai adanya praktik pungutan liar (pungli) dalam proses perekrutan pekerja di Kabupaten Lebak. Hal ini menambah beban bagi para pencari kerja dan memperburuk angka pengangguran di kabupaten tersebut, yang saat ini memiliki UMK terendah di Provinsi Banten.
“Kami berharap pemerintah segera turun tangan untuk melindungi pekerja. Jangan terus berpura-pura buta dan tuli. Mereka yang memiliki data lengkap seharusnya melakukan evaluasi dan monitoring untuk memastikan hak-hak pekerja dipenuhi,” tegasnya.
Masalah yang dihadapi para pekerja ini mengindikasikan perlunya perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Lebak, terutama oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Pekerja adalah instrumen penting dalam perekonomian daerah, yang berperan besar dalam mendorong kemajuan wilayah.
“Pekerja adalah bagian penting dalam siklus ekonomi di setiap daerah. Kesejahteraan mereka adalah bukti nyata kemajuan suatu wilayah,” tambah Ridwan.
Permasalahan kesejahteraan pekerja, seperti upah, status kontrak kerja, serta jaminan kesehatan dan keselamatan, merupakan isu yang sering muncul di banyak wilayah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
“Banyak pekerja tidak berani melaporkan pelanggaran langsung ke Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, karena takut dipecat oleh perusahaan. Seharusnya, Disnakertrans memberikan perlindungan terhadap kekhawatiran ini,” tutup Ridwan.
Discussion about this post