Batam, Radarhukum.id – Rilis survei Litbang Kompas yang menyebutkan citra Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih tinggi dibandingkan Kejaksaan Agung disorot. Survei tersebut mencatat citra positif KPK meningkat signifikan dari 60,9 persen pada September 2024 menjadi 72,6 persen di Januari 2025, sementara citra Kejaksaan berada di angka 70 persen. Menanggapi hal ini, Dr. Alwan Hadiyanto, SH, MH, pakar hukum pidana dan Kepala Program Studi Magister Hukum Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA) Batam, mengkritisi dan menganalisa hasil survei tersebut.
Menurut Dr. Alwan, kinerja Kejaksaan Agung dalam dua tahun terakhir menunjukkan peningkatan signifikan, khususnya dalam pengungkapan kasus korupsi besar dan penyelamatan keuangan negara. Ia menilai keberhasilan Kejaksaan ditunjukkan melalui penyelamatan keuangan negara dalam jumlah besar, seperti kasus korupsi tata niaga timah periode 2015-2022 yang melibatkan lima korporasi. Kejaksaan berhasil memulihkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.
“Selain itu, Kejaksaan juga sukses menangani sejumlah kasus besar, termasuk kasus suap yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, dan kasus dugaan suap terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait vonis bebas dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti,” katanya.
Dr. Alwan juga menyoroti efisiensi dan akuntabilitas Kejaksaan dalam proses penegakan hukum. Kejaksaan dinilai mampu menuntaskan kasus hingga ke tahap akhir, mencerminkan keberpihakan pada hukum tanpa diskriminasi. Meski demikian, survei menunjukkan citra Kejaksaan sedikit berada di bawah KPK. Namun, kontribusi nyata dalam penyelamatan aset negara tetap menjadi salah satu kekuatan Kejaksaan.
Di sisi lain, meskipun citra KPK meningkat dalam survei terbaru, Dr. Alwan menilai kinerja KPK dalam beberapa tahun terakhir mengalami tantangan. Beberapa kendala yang disoroti meliputi kekalahan dalam sidang praperadilan, kasus mangkrak seperti Harun Masiku, serta kontroversi terkait kepemimpinan dan revisi Undang-Undang KPK tahun 2019 yang dinilai memengaruhi independensi lembaga tersebut. Ia juga menyoroti minimnya kontribusi KPK dalam pemulihan keuangan negara dibandingkan Kejaksaan.
Dr. Alwan membandingkan Kejaksaan dan KPK dari beberapa aspek. Kejaksaan dinilai unggul dalam pengungkapan kasus besar seperti Jiwasraya, korupsi timah, hingga mafia tanah, dengan fokus pada pemulihan aset dan keuangan negara. Sementara itu, KPK lebih menonjol dalam operasi tangkap tangan (OTT) dan citra publik, meski masih menghadapi tantangan dalam efisiensi penyelesaian kasus.
Sebagai rekomendasi, Dr. Alwan menyarankan Kejaksaan untuk mempertahankan momentum positif dengan meningkatkan transparansi, efisiensi, dan kolaborasi dengan KPK. Sementara KPK perlu memperkuat prosedur hukum, memulihkan kepercayaan publik, dan memaksimalkan supervisi untuk mendukung pengembalian aset negara. Ia juga mengingatkan agar lembaga survei bersikap obyektif dan tidak tendensius dalam menilai kinerja lembaga negara.
“Keberhasilan Kejaksaan dan KPK seharusnya dilihat sebagai upaya bersama dalam mendukung program pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam pemberantasan korupsi secara menyeluruh dan berkelanjutan,” tutup Dr. Alwan.
Discussion about this post