Pati, Radarhukum.id – Puluhan wali murid SD Negeri 01 Giling, Kecamatan Gunungwungkal, memenuhi Balai Desa Giling pada Senin pagi (2/6/2025) sekitar pukul 09.30 WIB. Mereka menyuarakan protes keras dan keberatan atas rencana penggabungan (regrouping) sekolah yang didesas-desuskan akan mencaplok SDN 01 Giling ke SDN 02 Giling, tanpa proses sosialisasi atau musyawarah sebelumnya.
Suasana tegang begitu terasa. Para orang tua, yang kebanyakan berkumpul sejak pagi, menyatakan kegelisahan mereka. “Kami mendengar kabarnya SD 01 Giling mau digabung ke SDN 02 Giling. Tapi sampai sekarang, kami para wali murid belum pernah diajak bicara. Kepala desa juga tidak pernah mengundang kami untuk duduk bersama atau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi,” ujar N, salah satu wali murid, dengan nada kecewa yang mewakili perasaan banyak orang tua.
Ketiadaan sosialisasi dan partisipasi masyarakat menjadi titik utama kemarahan. Mereka menegaskan bahwa keputusan strategis yang menyangkut masa depan pendidikan anak-anak mereka harus melibatkan seluruh elemen terkait, terutama orang tua siswa.
“Kami hanya ingin tahu kebenarannya. Kalau memang benar mau digabung, alasan dan dampaknya apa? Jangan sampai anak-anak kami jadi korban kebijakan yang tidak transparan,” tambah S, wali murid lainnya, menekankan tuntutan akan kejelasan.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu setengah jam, wali murid secara resmi menyampaikan keberatan dan menyerahkan dokumen berisi tuntutan serta alasan penolakan regrouping, yang diketahui oleh Kepala Desa Giling, Sutrimo. Inti tuntutan mereka adalah:
1. Penolakan Regrouping:Menolak tegas penggabungan SDN 01 Giling ke SDN 02 Giling.
2. Pertahankan Guru: Meminta agar guru-guru SDN 01 Giling tetap mengajar anak-anak mereka.
3. Pertahankan Siswa: Menuntut agar seluruh siswa tetap belajar di SDN 01 Giling.
Penolakan ini bukan tanpa dasar. Para wali murid mengemukakan enam alasan kuat mengapa SDN 01 Giling harus tetap berdiri:
1. Akreditasi Unggul: SDN 01 Giling telah menyandang Akreditasi A, menandakan kualitas pendidikan yang terjamin.
2. Sarana Memadai: Gedung sekolah dinilai masih bagus dan layak digunakan, menyediakan lingkungan belajar yang nyaman.
3. Potensi Pengembangan:Lahan sekolah memungkinkan pelebaran dan pembangunan gedung lebih luas di masa depan.
4. Prestasi Membanggakan: Sekolah ini memiliki track record mencetak siswa berprestasi sejak generasi sebelumnya, terbukti dengan banyaknya piala yang diraih.
5. Akses Lancar dan Aman:Kelayakan akses jalan untuk antar-jemput dinilai sangat luas dan aman, tidak menimbulkan kemacetan di sekitar sekolah.
6. Lingkungan Kondusif: Lingkungan sekolah yang asri, udara segar, dan tidak berada di kawasan padat penduduk diyakini mampu meningkatkan fokus pembelajaran anak-anak.
Kekhawatiran akan dampak negatif regrouping menjadi nyata dalam pernyataan para orang tua. R, salah seorang wali murid, mengungkapkan keresahannya.
“Kami khawatir hal itu akan menyulitkan anak-anak, bahkan anaknya mau ada yang mogok sekolah, ini sangat membingungkan bagi kami sebagai orang tua,” ucapnya dengan nada kecewa. Ancaman mogok sekolah ini menggambarkan betapa besar tekanan psikologis yang mungkin dialami anak-anak akibat kabar yang tidak jelas tersebut.
Wawan, perwakilan wali murid, kembali menegaskan akar masalah. “Banyak orang tua merasa tidak diajak musyawarah sebelumnya, dan tidak ada sosialisasi. Ini menyangkut masa depan anak kami,” tegasnya. Mereka menuntut adanya pertemuan terbuka dan kajian ulang terhadap rencana regrouping untuk mencegah gejolak yang berkepanjangan.
Menyikapi aspirasi yang mengemuka, Kepala Desa Giling, Sutrimo, menyatakan pihaknya menerima masukan warga dengan serius. Ia berjanji akan segera menindaklanjuti keluhan tersebut ke Dinas Pendidikan Kabupaten Pati.
“Kami akan berkoordinasi dengan Disdik agar bisa dikaji ulang. Aspirasi panjenengan semua kami bawa, dan kami berharap ada solusi terbaik tanpa merugikan anak-anak kita,” ujar Sutrimo kepada para wali murid.
Discussion about this post