Sarolangun, Radarhukum.id – Kepala Desa Sungai Rotan, Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, Roni Faslah, mengungkapkan kegelisahannya kepada Tim Topdam II Sriwijaya terkait persoalan tapal batas desa yang hingga kini masih belum jelas. Hal itu disampaikannya saat menghadiri kegiatan sosialisasi penegasan batas desa yang digelar di Kantor Camat Mandiangin, Jumat (16/5/2025).
Roni menyebutkan, belum lama ini dirinya didatangi oleh warga Desa Kartopati yang meminta tanda tangan atas sepadan tanah seluas kurang lebih 40 hektare. Namun, setelah dicek, surat jual beli tanah tersebut justru dibuat oleh Pemerintah Desa Jelutih, Kecamatan Batin XXIV, Kabupaten Batanghari.
“Letak tanah itu tepat di depan kantor desa kami, Desa Sungai Rotan, Kecamatan Mandiangin. Bagaimana mungkin tanah di depan kantor desa kami bisa masuk wilayah Desa Jelutih, Kabupaten Batanghari? Kami jadi bingung dengan kondisi ini,” ujar Roni.
Ia menambahkan, kondisi ini membuat masyarakat bertanya-tanya soal kejelasan wilayah. “Desa kami sudah kecil, malah masuk wilayah desa tetangga pula. Kalau seperti ini terus, selesai sudah. Bahkan, kalau memang secara fakta kami masuk wilayah Batanghari, kami siap pindah,” tegasnya.
Roni berharap agar permasalahan batas wilayah ini segera ditindaklanjuti secara serius oleh pihak terkait. Mengingat Desa Sungai Rotan merupakan desa pemekaran yang berdiri pada 2013, ia merasa penting untuk menegaskan kembali batas wilayah dengan desa-desa tetangga seperti Jelutih, Kartopati, dan Mandiangin.
“Kami tidak ingin masalah ini dibiarkan berlarut-larut. Apalagi, berdasarkan peta dari BPN Provinsi Jambi, tanah di depan kantor desa kami tercatat masuk wilayah Desa Jelutih. Ini harus segera diklarifikasi dan diselesaikan,” tandasnya.
Keluhan soal ketidakjelasan tapal batas juga banyak disampaikan oleh para kepala desa lainnya dalam kegiatan tersebut. Menanggapi hal ini, perwakilan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Sarolangun, Nazaruddin, mengakui persoalan tapal batas antarwilayah belum sepenuhnya tuntas.
“Selama ini belum ada payung hukum yang kuat terkait penetapan batas wilayah. Itulah sebabnya sering terjadi perusakan patok batas, hingga memicu konflik di lapangan. Kami berharap, melalui kerja sama dengan Tim Topdam II Sriwijaya, masalah ini bisa segera diselesaikan agar tidak terus menjadi polemik,” jelas Nazaruddin.
Discussion about this post