Takalar, Radarhukum.id — Sebuah gambar karikatur satir yang menyebar luas di media sosial memicu kegaduhan di Kabupaten Takalar. Karikatur tersebut diduga menyindir Sekretaris Daerah (Sekda) Takalar, Muhammad Hasbi, hingga berujung pada laporan polisi terhadap seorang warga.
Karikatur yang dianggap menyinggung privasi pejabat publik tersebut dibagikan melalui akun WhatsApp bernama “PANRONRONA TAKALAR” dalam salah satu grup percakapan publik. Akun tersebut dikaitkan dengan SL, warga yang kini harus berhadapan dengan proses hukum meski mengaku hanya meneruskan unggahan tersebut atas permintaan seseorang yang tidak dikenalnya.
“Menurut saya, itu bukan pencemaran nama baik, apalagi menyerang pribadi. Pejabat publik harus siap dikritik. Karikatur adalah bentuk kritik yang legal dalam sistem hukum dan demokrasi,” ujar SL dalam keterangannya.
Kasus ini kini ditangani Polres Takalar dan telah masuk tahap penyidikan. Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu (Kanit Tipidter) Polres Takalar, Iptu Andri Surahman, SH., MH., membenarkan adanya laporan tersebut.
“Benar, laporannya sudah naik ke tahap penyidikan. Untuk keterangan lebih lengkap, akan disampaikan oleh pihak Humas dalam rilis resmi. Insyaallah, teman-teman media akan diundang,” jelasnya.
Menanggapi kasus ini, pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof. Dr. Zainuddin, SH., MH., menilai bahwa karikatur termasuk dalam bentuk komunikasi visual yang dilindungi dalam sistem demokrasi.
“Selama tidak mengandung unsur penghinaan atau fitnah, kritik melalui karikatur adalah bagian dari kontrol sosial dan sah menurut hukum,” tegas Prof. Zainuddin.
Ia juga mengingatkan agar pejabat publik tidak alergi terhadap kritik. “Jika setiap kritik dilaporkan ke polisi, ini bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan berpendapat. Itu merupakan kemunduran demokrasi,” tandasnya.
Sementara itu, upaya konfirmasi yang dilakukan kepada Sekda Takalar belum membuahkan hasil hingga berita ini ditayangkan.
Discussion about this post