Sarolangun, Radarhukum.id – Kepala Sekolah SD Negeri 192/VII Pauh II, Musriyani, S.Pd, diduga menerbitkan surat keterangan kerja dan pengalaman kerja rekayasa atas nama LN. Surat tersebut digunakan sebagai salah satu syarat administrasi agar LN dapat mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Formasi Tahun 2024 yang digelar pada Mei lalu di Hotel Ratu Duo, Kota Jambi.
Isu dugaan rekayasa ini mencuat setelah munculnya dua surat yang diduga dikeluarkan oleh kepala sekolah untuk memuluskan jalan LN mengikuti seleksi. Surat pertama, bernomor 421.2/72/SD192/2024, menyebutkan bahwa LN, kelahiran Pengidaran, 8 November 1998, berpendidikan Madrasah Aliyah dan telah bekerja sebagai tenaga administrasi di SDN 72/VII Pengidaran Kecamatan Pauh selama dua tahun.
Surat kedua, yakni Surat Keterangan Pengalaman Kerja Nomor 421.2/71/SD192/2024, menyebutkan bahwa LN telah bertugas sebagai tenaga administrasi selama dua tahun sebelas bulan, terhitung sejak 1 Januari 2022 hingga 31 Desember 2024.
Salah satu sumber Radarhukum.id yang merupakan keluarga peserta seleksi PPPK lain, mengungkapkan adanya kejanggalan dalam berkas LN. “Setahu kami, yang bersangkutan tidak pernah honor di SDN 192/VII Pauh II, namun mendapat surat seolah-olah telah bekerja lebih dari satu tahun di sana,” ujarnya.
Dengan adanya surat keterangan tersebut, LN berhasil melenggang sebagai peserta seleksi PPPK dan bahkan dinyatakan lolos dengan peringkat kedua. Sumber tersebut berharap pihak berwenang, terutama Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Sarolangun, dapat meninjau kembali keabsahan persyaratan administrasi yang bersangkutan.
Saat tim Radarhukum.id mencoba mengonfirmasi kepada Kepala Sekolah SDN 192/VII Pauh II pada Kamis, 19 Juni 2025, di Desa Danau, Kecamatan Pauh, Musriyani justru menghindar. Ia berlalu pergi ke arah belakang sekolah dan tidak kembali ke ruangannya.
Informasi rekayasa makin menguat saat salah satu guru yang namanya tidak dipublikasikan, menyampaikan bahwa LN tidak pernah bekerja di sekolah tersebut. “Nama itu tidak pernah bertugas di sini. Saya tidak kenal,” tegasnya.
Hal senada disampaikan oleh seorang operator sekolah, yang dengan nada gugup mengaku tidak pernah mengenal atau melihat Lutpiatun Nisa bertugas di sekolah tersebut. “Saya tidak tahu dan tidak kenal,” ucapnya.
Pengakuan para guru yang bertolak belakang dengan isi surat keterangan tersebut semakin menguatkan dugaan adanya rekayasa administrasi. Patut diduga, terjadi permainan antara kepala sekolah dan LN dalam proses penerbitan surat yang menjadi dasar kelulusan PPPK.
Discussion about this post