Bengkulu, Radarhukum.id — Kasus dugaan pelecehan yang melibatkan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial LH di Kota Bengkulu terus bergulir dan memunculkan persoalan baru. Kali ini, muncul dugaan adanya niat terselubung dari Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3A-P2KB) Provinsi Bengkulu, Willy Purnama, SH., MH.
Menurut keterangan pihak keluarga terduga, mereka sebenarnya telah berupaya menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan dengan pihak pelapor berinisial Bunga. Kedua belah pihak dikabarkan telah menyepakati perdamaian dengan kompensasi sebesar Rp50 juta, yang dibuktikan dengan surat perjanjian perdamaian resmi dan ditandatangani kedua pihak.
Namun, uang perdamaian yang dipercayakan kepada Plt. Kadis DP3A Provinsi Bengkulu, Willy Purnama, untuk diserahkan kepada pihak pelapor, diduga tidak pernah disalurkan hingga lebih dari dua minggu. Hal ini memunculkan kecurigaan adanya unsur kesengajaan.
“Kami sangat menyayangkan sikap Bu Willy. Uang perdamaian sudah diserahkan kepadanya, tapi sampai hari ini belum juga disampaikan kepada pihak korban. Kami menduga uang itu sengaja ditahan agar proses hukum tetap berjalan,” ungkap salah satu keluarga terlapor.
Upaya media ini untuk meminta konfirmasi kepada Willy Purnama belum membuahkan hasil. Ia beberapa kali tidak dapat ditemui di kantornya dan diduga menghindari wartawan. Padahal, klarifikasi dari pihaknya penting untuk memastikan kebenaran informasi tersebut.
Sementara itu, Danirul, Kasi Pelayanan UPTD Perlindungan Anak, saat ditemui di ruang kerjanya mengaku mengetahui persoalan tersebut, namun tidak memiliki wewenang untuk berkomentar.
“Saya tahu ada persoalan itu, tapi tidak dalam kapasitas saya untuk menyampaikan. Kecuali ada perintah dari atasan,” katanya.
Dari pihak DP3A-P2KB Kota Bengkulu, Dewi Darma, M.Si, bersama Kepala UPTD PPA Della Agustina, SKM, dan staf Tiara Dwika, membenarkan bahwa LH merupakan staf di dinas kota tersebut.
“Setahu kami, saudara LH orangnya baik. Seharusnya persoalan ini bisa diselesaikan dengan damai. Tapi kalau sudah sampai ke ranah hukum, biarlah menjadi pelajaran berharga bagi yang bersangkutan,” ujar Dewi.
Menurut kronologi versi LH, peristiwa yang dituduhkan kepadanya bermula ketika ia mendapat mandat dari pimpinannya untuk menjemput korban ke rumah saudaranya di Jalan Danau, Kota Bengkulu, dan mengantarkannya ke Dinas Perlindungan Anak.
“Dalam perjalanan, korban bercerita telah dilecehkan tiga orang yang dikenalnya melalui aplikasi OMI. Saya hanya berempati dan mengelus kepalanya seperti anak sendiri, tapi justru saya dilaporkan melakukan pelecehan,” ungkap LH.
LH mengaku tidak pernah melakukan pelecehan seperti yang dituduhkan dan menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum.
“Yang paling saya sesalkan adalah sikap Plt. Kadis P3A Provinsi Bengkulu. Kami menduga ada niat jahat di balik tindakan menahan uang perdamaian tersebut,” pungkas LH.
Discussion about this post