Oleh: Ifanko Putra
Tinggal hitungan jam, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak bakal digelar. Menjelang hari pencoblosan, ada tenggat waktu selama tiga hari (H-3) yakni mulai dari tanggal 6 hingga tanggal 9 Desember 2020 sebagai masa tenang sesuai ketetapan yang ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Setelah melalui bermacam euforia selama kampanye, di masa tenang ini, masing-masing calon Legislatif dan Eksekutif beserta tim sukses mereka tidak lagi diperbolehkan mengkampanyekan diri atau dikampanyekan. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Adapun PKPU terbaru yang dapat dijadikan landasan berkaitan dengan masa tenang ini sebagai berikut:
1. PKPU No 4 Tahun 2017
Masa tenang kampanye pilkada berlangsung selama 3 hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara (pasal 51 ayat 2).
Pada masa tenang Pasangan Calon dilarang melaksanakan Kampanye dalam bentuk apa pun (pasal 51 ayat 3).
Selama masa tenang, media massa cetak, elektronik, dan lembaga penyiaran, dilarang menyiarkan iklan, rekam jejak Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan Kampanye yang menguntungkan atau merugikan Pasangan Calon (Pasal 54 ayat 4).
2. PKPU No 5 Tahun 2020
Masa tenang dan pembersihan alat peraga kampanye dilakukan pada 6-8 Desember 2020 (Lampiran)
3 PKPU No 11 Tahun 2020
Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye wajib menonaktifkan akun resmi Media Sosial paling lambat sebelum dimulainya masa tenang (Pasal 50).
Penayangan Iklan Kampanye di media daring dilaksanakan selama 14 hari sebelum dimulainya masa tenang (Pasal 47 A ayat 3).
Penayangan Iklan Kampanye di media sosial dilaksanakan selama 14 hari sebelum masa tenang dimulai (Pasal 47 ayat 6).
Kampanye melalui Media Sosial dilakukan selama masa Kampanye dan berakhir sebelum masa tenang dimulai (Pasal 47 ayat 1a).
Penayangan Iklan Kampanye di media cetak dan media elektronik dilaksanakan selama 14 hari sebelum dimulainya masa tenang (Pasal 34 ayat 1).
Dari PKPU di atas, jelas bahwa segala macam kampanye dalam bentuk apa pun mutlak dilarang saat tiba masa tenang. Tidak hanya itu, Partai Politik (Parpol) atau gabungan Parpol, Pasangan Calon (Paslon) dan tim kampanye wajib menonaktifkan akun resmi Media Sosial (medsos) paling lambat sebelum dimulainya masa tenang.
Ada catatan penulis berkenaan dengan penerapan aturan di masa tenang ini.
Benar bahwa kampanye tatap muka sudah dihentikan. Baliho dan segala macam Alat Peraga Kampanye (APK) sudah ditertibkan. Termasuk iklan di media cetak dan elektronik. Akan tetapi, kampanye lewat media sosial hingga malam ini masih masif dijumpai. Termasuk konten bersponsor yang kerap nongol khususnya di platform media sosial.
Masih sangat banyak konten kampanye berseliweran. Bukankah itu sudah termasuk kampanye di luar jadwal?
Bawaslu agaknya kesulitan memantau dan menertibkan pelanggar kampanye lewat Medsos ini. Hal tersebut terlihat dari statment pejabat Bawaslu pusat dan berbagai daerah di media massa.
Malam ini, saya mencoba melakukan eksperimen melalui Facebook. Saya mengetik kata kunci nama-nama Paslon dalam Pilkada di pencarian. Alhasil dari tiap nama, muncul bermacam ragam konten kampanye yang belum dinonaktifkan. Ada yang sumbernya dari akun yang jelas, bahkan akun resmi paslon yang bersponsor di Facebook. Ada juga yang sumbernya dari akun anonim. Tidak terlalu sulit sebenarnya untuk melakukan pemantauan. Dan jika ini dimasukan dalam daftar pelanggaran Pilkada, mungkin akan heboh, sebab sebagian besar kandidat akan kena sanksi.
Sanksi bagi pelanggar kampanye di luar jadwal terdapat pada Pasal 187 ayat (1) UU Pilkada: setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing calon, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 15 hari atau paling lama tiga bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100 ribu atau paling banyak Rp1 juta.
Namun bagaimana pula, jika berkampanye tatap muka atau lewat media massa di luar jadwal diganjar sanksi. (Hal ini, misalnya terjadi pada salah seorang Cagub Sumbar yang baru saja ditetapkan tersangka) .
Namun kampanye diluar jadwal secara daring dibiarkan saja. Lebih-lebih memakai konten bersponsor yang otomatis muncul di akun medsos masyarakat yang ditargetkan berdasarkan lokasi. Padahal dampak media sosial ini tidak dapat dipungkiri dapat menyamai bahkan bisa melampaui efektivitas kampanye konvensional.
Barangkali di Pilkada selanjutnya bisa jadi pertimbangan bila pada Pilkada saat ini belum ditemukan kebijakan yang tepat untuk mengatasi hal tersebut.**
Discussion about this post