Oleh: Ifanko Putra
Hukum Islam dapat dimaknai sebagai hukum-hukum Allah mengenai perbuatan subyek hukum (mukallaf) yang digali dari Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam dan Hadits yakni ucapan dan segala perbuatan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dengan mengerahkan potensi akal (ijtihad) dengan metode tertentu.
Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia telah menerapkan hukum Islam dalam tataran kehidupan sehari-hari masyarakatnya sejak zaman dahulu, bahkan seiring dengan masuknya Islam ke Indonesia yang dipercaya telah masuk sejak abad ke-7 M, atau dalam berbagai literasi ada juga yang menyebut tarikh abad ke-13 M.
Meskipun dalam perjalannya hingga saat ini, hukum islam tidak diterapkan secara menyeluruh karena Indonesia terdiri dari keyakinan yang beragam (majemuk), namun nilai-nilai hukum Islam tetap diterapkan dalam banyak Undang-Undang pada hukum positif di Indonesia.
Sebagai negara bekas jajahan kolonial Belanda, Indonesia mewarisi pula hukum peninggalan penjajah atau sering disebut hukum Barat (hukum sipil). Keragaman inilah yang menyebabkan terbukanya konflik dan perbedaan dalam memandang implementasi hukum Islam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (Halim, 2005).
Bagaimana eksistensi Hukum Islam di Indonesia?
Islam masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 M, dalam teori lain disebutkan juga bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13 M. Masuknya agama Islam dibawa oleh pedagang dari Gujarat India, dan pedagang dari Timur Tengah. Masyarakat terutama rakyat jelata menyambut baik agama Islam karena pengaruh agama Hindu, kerajaan Hindu atau sistim yang berlaku pada masa itu menimbulkan tingkatan-tingkatan sosial dalam masyarakat (kasta). Kehadiran Islam menghapus kasta-kasta itu dan dengan hukum islam, hak-hak masyarakat dijunjung tinggi.
Islam telah diterima oleh kalangan grass root (rakyat jelata) sebagai agama pembebas, yang membebaskan manusia dari pemisahan kasta dan memberikan ajaran tentang dinamika kehidupan. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika masa perkembangan Islam disamakan dengan masa Renaisans, yaitu lahirnya kembali ajaran kehidupan, yang memberikan petunjuk untuk menikmati hidup di dunia seperti akan hidup selama-lamanya disertai kesadaran ibadah seperti akan mati esok hari (Suryanegara, 1998).
Dalam perkembangannya, kehadiran islam tidak hanya diterima oleh kalangan rakyat saja. Kaum bangsawan juga lambat kaum mengikrarkan diri untuk memeluk agama Islam. Setelah Islam diterima secara luas, kemudian muncul kerajaan-kerajaan Islam yang dalam pemerintahannya menerapkan hukum Islam secara sepenuhnya. Di beberapa tempat, hukum Islam disinkronkan dengan hukum adat yang telah ada sebelumnya. Perdampingan atau upaya mensinkronisasi antara hukum adat dengan hukum islam ini dapat dilihat misalnya dari daerah Minangkabau yang kemudian terkenal dengan falsafahnya, “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.” (Adat bersendikan syarak/agama islam, syarak bersendikan Alqur'an).
Pada masa kesultanan Islam, hukum Islam menjadi acuan penting dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum yang timbul di tengah-tengah masyarakat. Karya Nuruddin Ar-Raniri yang hidup pada abad ke-17 di Aceh dengan judul Shirathul Mustaqim (Jalan Lurus) merupakan kitab hukum Islam yang pertama yang disebarkan ke seluruh Indonesia untuk menjadi acuan hukum umat Islam.
Oleh Syekh Arsyad Banjar yang menjadi mufti di Banjarmasin, kitab ini diperluas dan diperpanjang uraiannya dan dijadikan acuan dalam menyelesaikan sengketa antarorang Islam di daerah kesultanan Banjar. Di daerah kesultanan Palembang dan Banten diterbitkan pula beberapa kitab hukum Islam sebagai acuan normatif dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum yang terjadi. Hukum Islam juga diberlakukan di kerajaan-kerajaan Demak, Jepara, Tuban, Gersik, Ampel, dan Mataram.
Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa sebelum Belanda mengukuhkan kekuasaannya di Indonesia, hukum Islam telah mempunyai kedudukan tersendiri dalam masyarakat. Sebagai hukum yang berdiri sendiri, hukum Islam telah ada dan berlaku di dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tumbuh dan berkembang di samping hukum adat. (Daud Ali, 1991: 70).
Pada masa kolonial Belanda, setelah Belanda begitu kuat menapakkan kakinya di Nusantara, Belanda kemudian menerbitkan peraturan Resolutic der Indischi Regeering pada 27 Mei 1760 yang kemudian dikenal dengan Compendium Fleijer. Peraturan ini merombak mulai dari hukum Islam bidang kekeluargaan, hingga kewenangan lembaga peradilan Islam yang dibetuk oleh Raja atau Sultan Islam. Compendium Fleijer dalam perjalanannya kemudian dicabut oleh belanda secara berangsur-angsur sehingga hukum Islam baru diakui keberadaannya oleh Belanda. Peradilan agama mulai dibentuk, yang pertama-tama adalah di Jawa dan Madura. Pada masa kolonial ini terus terjadi pasang surut dan penyesuaian terhadap hukum Islam dan hukum kolonial sendiri.
Setelah Indonesia merdeka, para tokoh pendiri bangsa berupaya menempatkan hukum Islam secara bijak. Seperti misalnya dihapusnya frasa “Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Dalam piagam Jakarta. Sementara itu pula dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 11 Juli 1945 tokoh seperti Muhammad Yamin telah mengusulan pembentukan Kementerian Agama. Dan lewat Penetapan Pemerintah No 1/S.D. tanggal 3 Januari 1946 dibentuk Departemen Agama,
Hukum Islam cukup membawa pengaruh besar kepada hukum positif yang berlaku di Indonesia. Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 10 ayat (1) dari Undang-Undang ini menyatakan bahwa badan peradilan dibagi ke dalam empat lingkungan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara menjadi tonggak diberinya kedudukan Hukum Islam di Indonesia. Kemudian diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang kemudian dijabarkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengandung nilai-nilai hukum Islam yang berlaku hingga saat ini atau yang telah dilakukan perubahan diantranya:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf;
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah;
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren;
- Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Kesimpulan
Hukum Islam di Nusantara yang kelak dikenal sebagai Indonesia, diterapkan seiring masuknya agama Islam yang dibawa oleh pedagang dari Gujarat dan Timur Tengah. Pada era kerajaan Islam, hukum Islam diterapkan secara menyeluruh di Wilayah kekuasaan raja tersebut, dalam praktiknya di banyak daerah hukum Islam berdampingan dengan hukum adat (hukum kebiasaan) yang telah lebih dahulu ada. Kedatangan Kolonial Belanda ke Indonesia menimbulkan pasang surutnya eksistensi hukum Islam. Setelah Indonesia merdeka, tokoh pendiri bangsa berupaya menempatkan hukum Islam secara bijak di tengah kemajemukan masyarakat Indonesia.
Hukum Islam diberi fasilitas oleh negara dalam penerapannya bagi penganut Agama Islam. Seperti adanya Kementerian Agama, Kantor Urusan Agama, Pengadilan Agama dan lainnya. Meskipun Indonesia hingga saat ini tidak menerapkan hukum Islam secara menyeluruh, namun banyak peraturan perundang-undangan yang mengandung nilai Hukum Islam.
***
Daftar Pustaka
Ali, Muhamad Daud. (1991). Hukum Islam di Indonesia , Pemikiran dan Praktik, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Ali, Muhamad Daud. (1984). Kedudukan Hukum Islam dan Sistem Hukum di Indonesia, Jakarta: Risalah
Halim, Abdul. (2005). Politik Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Ciputat Pers
Suryanegara, Ahmad Mansur. (1998). Menemukan Sejarah (Wacana Pergerakan
Islam di Indonesia), Jakarta: Mizan
Dinata, Ari Wirya. (2021). Eksistensi dan Penerapan Hukum Islam dalam Hukum Positif di Indonesia. Hukumonline.com. 21 Januari 2021.
Discussion about this post