Radarhukum.id – Terkait bentrok yang terjadi di negara bagian Rakhine, Myanmar, Ketua Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) dr. Sarbini Abdul Murad meminta semua pihak untuk bisa menghormati rumah sakit agar menjadi tempat netral.
“Kita berharap semua pihak menghormati rumah sakit agar menjadi tempat netral dan tak dijadikan titik tempur yang melanggar konvensi Jenewa atas netralitas rumah sakit dan tenaga kesehatan,” kata Sarbini, Senin (25/3/2024).
Ia mengungkap, Rumah Sakit Indonesia di Rakhine, yang diinisiasi oleh MER-C, selama empat bulan terakhir terpaksa tutup karena bentrok antara Tentara Myanmar dan Arakan Army (AA) terjadi di dekat Rumah Sakit. Sehingga dokter dan perawat tak berani tinggal di sana.
“Karena pertempuran juga dekat dengan kampung di dekat Rumah Sakit, maka masyarakat banyak mencari perlindungan di luar kampung,” ujarnya.
Sarbini juga meminta agar Rumah Sakit segera di buka kembali, agar bisa berfungsi sebagai tempat pelayanan kesehatan. Is juga menyerukan kepada pihak yang bertikai agar mundur dan tidak menjadikan rumah sakit ‘terlibat' dalam pusara konflik.
Pada 10 Desember 2019, bangunan RS Indonesia yang sangat kental nuansa merah dan putih diserahterimakan kepada pemerintah Myanmar melalui Kementerian Kesehatan dan Olahraga Myanmar di Ibukota Myanmar, Nay Pyi Taw. Usai pembangunan, pengadaan alat kesehatan menjadi proses selanjutnya yang dilakukan oleh Palang Merah Indonesia (PMI).
RS Indonesia di Rakhine State, Myanmar, merupakan bagian dari diplomasi kemanusiaan MER-C. Keberadaan Rumah Sakit yang dibangun oleh umat Muslim dan Budha Indonesia ini diharapkan dapat mendorong terciptanya perdamaian di Myanmar.**
Discussion about this post