Deli Serdang – Radarhukum.id – Baru selesai dibangun, drainase di Desa Jati Kesuma, Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, sudah ambruk. Diduga, proyek yang bersumber dari Dana Desa tahun 2024 tersebut bermutu rendah dan tidak sesuai dengan spek standar yang telah ditetapkan.
Pembangunan drainase dengan anggaran 144.603.200 ini dilaksanakan di Gang Prawira, Desa Jati Kesuma. Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima awak media ini dari masyarakat setempat, Lamhot Sinaga, drainase yang baru selesai dibangun sekitar satu bulan lalu telah ambruk. Lamhot Sinaga, warga Kecamatan Namorambe yang aktif memperhatikan pembangunan di daerahnya, menyatakan ia telah melihat langsung pelaksanaan proyek tersebut dan menduga pengerjaannya tidak sesuai dengan RAB (Rencana Anggaran Biaya).
“Dua minggu setelah pengerjaan drainase itu selesai, bangunan itu ambruk,” ujar Lamhot Sinaga. Ia juga menambahkan bahwa pelaksanaan proyek tersebut diduga tidak sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) atau RAB, terutama dalam campuran semen dan pasir, serta kedalaman pondasi.
Lebih ironis lagi, ditambahkan Lamhot muncul opini di masyarakat bahwa sebagian besar dana pemerintah dialihkan oleh oknum Kepala Desa untuk kepentingan pribadi. “Termasuk membangun rumah pribadinya. Hal ini dianggap sebagai tindakan korupsi karena anggaran tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi,” tegas Lamhot Sinaga yang dikenal vokal menyuarakan kebijakan pro masyarakat di Kecamatan Namorambe.
Saat dikonfirmasi, kata Lamhot, Kepala Desa Jati Kesuma, Indarto, memberikan tanggapan yang tidak memuaskan. “Iya, sudah kita dengar informasinya. Namanya juga bencana alam, bahkan besok kita rencana tinjau lapangan, dan bangunan yang tumbang itu akan kita kerjakan kembali dengan biaya baru. Itu belum kita teruskan karena masih sedang mengurus proyek lainnya,” jelas Lamhot Sinaga menirukan kalimat Indarto kepadanya.
Indarto juga mempertanyakan bagaimana masyarakat bisa mengetahui ukuran drainase yang ambruk. “Sudah diukur berapa meter yang ambruk makanya kalian tahu itu ukurannya,” ungkapnya.
Lamhot Sinaga menjelaskan, indikator untuk menentukan faktor bencana alam antara lain jumlah korban, kerugian ekonomi, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Penetapan force majeure (keadaan kahar) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah.
“Dalam kejadian drainase yang baru dua minggu dibangun sudah ambruk, kenapa seenaknya mereka mengatakan faktor bencana?” tegas Lamhot Sinaga. Ia berharap pihak terkait segera turun ke lapangan meninjau proyek yang ambruk tersebut, dan meminta pihak inspektorat maupun aparat hukum untuk segera mengusutnya.
Sampai berita ini naik ke meja redaksi, Kepala Desa Jatikesuma, Indarto yang dikonfirmasi, belum memberikan tanggapan. (A. Nst)
Discussion about this post