Batam, Radarhukum.id – Kementerian ESDM baru-baru ini mengumumkan rencana kenaikan tarif dasar listrik PLN Batam. Kenaikannya cukup signifikan, sehingga mendapat banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat Kota Batam. Penolakan tersebut didasari karena tidak dilibatkannya masyarakat, serta dinilai tanpa pertimbangan matang.
Menurut informasi yang diperoleh media, kenaikan tarif ini akan berdampak pada 11 golongan pengguna listrik. Untuk tarif rumah tangga golongan 1 (1.300 VA) tegangan rendah, tarif yang sebelumnya Rp 1.054,62 per kWh akan naik menjadi Rp 1.433,7 per kWh, dengan selisih Rp 380,1 per kWh atau sekitar 35%. Tarif rumah tangga golongan rendah (R1 – 2.200 VA) yang sebelumnya Rp 1.058,92 per kWh akan menjadi Rp 1.442,11 per kWh, juga mengalami kenaikan sekitar 35%. Sedangkan untuk rumah tangga R2 (di atas 2.200 VA hingga 5.500 VA), tarif yang sebelumnya Rp 1.143,5 per kWh akan naik menjadi Rp 1.656,97 per kWh, dengan kenaikan mendekati 44%.
Aktivis Senior Batam yang juga praktisi hukum, Ir. Suparman, S.H.,M.H.,M.Si mengatakan, kenaikan listrik PLN Batam ini terlalu prematur tanpa terlebih dahulu memperhatikan kondisi masyarakat Batam dan menyerap aspirasi mereka.
“Kementerian ESDM maupun PLN Batam Jangan menaikan listrik secara sembrono. Apakah ini sudah melalui persetujuan masyarakat atau DPR dan melalui regulasi yang benar. Pegawai PLN enak terima gaji dari situ, kami masyarakat yang merasakan beratnya,” katanya, Selasa (9/7/2024).
Suparman meminta, wacana kenaikan ini dibatalkan. PLN Batam dan Kementerian ESDM jangan hanya mendalilkan tarif listrik tidak naik sejak 2017, tetapi harus mengkaji secara menyeluruh.
“Dampaknya akan terasa kepada UMKM, perusahaan, dan nanti ujung-ujungnya kepada masyarakat golongan bawah. Kami belum melihat ada mekanisme yang jelas dalam prosesnya. Kecuali negara kita ini negara komunis yang bisa sesuka hati pemerintah saja,” tegas Suparman.
Ketua LSM Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat 86), Tain Komari atau akrab dipanggil Cak Tain, menilai, wacana kenaikan itu kurang tepat. Ia berpendapat bahwa kenaikan ini akan menimbulkan inflasi.
“Listrik merupakan salah satu komponen produksi baik untuk barang konsumtif maupun industri. Kenaikan ini juga akan mempengaruhi pembahasan UMK tahun depan yang pasti akan semakin alot karena tuntutan kenaikan yang signifikan,” ujarnya.
Selain itu, aktivis Batam lainnya Yusril Koto menyebut, kenaikan tarif ini ada kaitannya dengan Pilkada 2024 dan sarat kepentingan politik. Ia menduga ada aroma bagi-bagi jatah dalam pembahasan kenaikan ini.
Salah satu tokoh masyarakat Kecamatan Bengkong Jasman, juga menyatakan dengan tegas menolak wacana ini. Menurutnya banyak UMKM dan pengusaha kecil di Batam yang akan keberatan dengan kenaikan tarif listrik. “UMKM tentu yang paling merasakan dampaknya. Jangan berasumsi golongan 1300 VA keatas itu adalah orang kaya dan mampu saja. Banyak diantaranya adalah UMKM. Kementerian ESDM dan PLN Batam harus tunda kenaikan tarif,” papar Jasman yang merupakan ketua RW di Kecamatan Bengkong ini.
Sementara itu, pihak PLN Batam yang dihubungi melalui Bukti Panggabean selaku Vice President of Public Relations, belum menjawab konfirmasi yang dikirimkan. (Redaksi)
Discussion about this post