Rangkasbitung, Radarhukum.id — Di era digitalisasi, banyak perusahaan berinvestasi dan menciptakan platform jasa pelayanan transportasi online. Salah satunya adalah Maxim, yang telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 2018 dengan menawarkan berbagai layanan seperti transportasi online (motor dan mobil), pengiriman barang, pesan-antar makanan dan barang, kargo, jasa pembersih, dan laundry. Pada Desember 2020, Maxim juga meluncurkan layanan pijat dan spa di Indonesia.
Namun, inovasi ini tidak serta-merta meningkatkan pendapatan stabil bagi para pengemudi Maxim, terutama yang dirasakan oleh para pengemudi di Kota Rangkasbitung. Pendapatan mereka belakangan cenderung menurun.
“Tidak seperti awal masuk ke Kota Rangkasbitung, dulu pendapatan saya sebagai pengemudi ojek online Maxim cukup lumayan untuk mengimbangi biaya rumah tangga. Makin kesini mungkin karena pengemudinya makin banyak, pendapatan saya berangsur menurun padahal sudah masuk prioritas,” kata Ag, seorang pengemudi Maxim.
Berbeda dengan platform kompetitor seperti Grab dan Gocar yang lebih dulu masuk ke Indonesia, Maxim menerapkan sistem prioritas dan non-prioritas bagi pengemudi.
“Iya, di Maxim kita ada perbedaan antara prioritas dan non-prioritas. Perbedaannya, kalau prioritas itu sudah beli seragam seperti helm dan jaket Maxim. Kalau yang belum prioritas, mereka tidak berseragam tapi tetap bisa dapat pelanggan,” ujar Ag.
Dengan jumlah pengemudi yang tidak dibatasi, pengemudi Maxim di Kota Rangkasbitung semakin khawatir akan penurunan pendapatan mereka setiap harinya.
“Setiap hari, platform Maxim aktif membuka lowongan untuk pengemudi, sementara jumlah pengemudi yang sudah ada sekarang ini pun sudah banyak, ditambah pengemudi ojek online dari platform lain,” tambahnya.
Selain persaingan untuk mendapatkan pelanggan, Ikin, seorang pengemudi Maxim lainnya, menuturkan adanya permasalahan akurasi GPS dan pelanggan fiktif pada platform tersebut.
“Sering saya alami titik GPS penjemputan tidak sesuai dengan lokasi pelanggan itu sendiri, bahkan saya sudah beberapa kali menerima orderan makanan atau barang dari pelanggan yang ketika sampai tujuan, pelanggannya tidak ada dan tidak bisa dihubungi,” kata Ik
Para pengemudi ojek online Maxim tersebut berharap jumlah pengemudi dapat dibatasi dan adanya perbaikan terhadap permasalahan GPS serta pelanggan fiktif yang sering mengganggu aktivitas kerja mereka.
Sementara itu, pihak manajemen maxim di Rangkasbitung saat dikonfirmasi, mengatakan, mereka tidak punya kewenangan untuk menjawab pertanyaan wartawan. Mereka menyebut, kebijakan berasal dari kantor pusat.
Reporter: Deri
Editor: Ifan
Discussion about this post