Kepri, Radarhukum.id – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kepulauan Riau kembali menegaskan pentingnya upaya memerangi praktik politik uang yang merusak demokrasi. Ketua Bawaslu Kepri, Zulhadril Putra, menekankan, sanksi pidana tidak hanya dikenakan kepada pemberi, tetapi juga penerima suap dalam kontestasi pemilu.
“Sanksi pidana politik uang tidak hanya ditujukan kepada pemberi, tetapi juga penerima,” ujar Zulhadril, saat menjadi narasumber dalam FGD bersama Polda Kepri dan OKP di Kota Batam, Selasa (19/11/2024).
Ia menjelaskan, sesuai Pasal 187A ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pelaku politik uang dapat dikenakan hukuman pidana. Pada ayat 1, disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang maupun materi lain sebagai imbalan kepada pemilih, baik langsung maupun tidak langsung, untuk memengaruhi pilihan, dapat dipidana dengan penjara minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan, serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Ayat 2 menyatakan, sanksi serupa juga berlaku bagi pemilih yang dengan sengaja menerima pemberian atau janji sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1.
Zulhadril berharap masyarakat dapat menghindari praktik politik uang pada Pilkada mendatang. Meski ia mengakui tantangan besar dalam memberantas praktik ini, edukasi yang konsisten diharapkan mampu menyadarkan masyarakat akan bahaya politik transaksional.
“Politik uang ini harus kita kurangi dan sedapat mungkin, dihilangkan sama sekali karena merusak demokrasi,” tegasnya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk cerdas dalam berdemokrasi dan tidak tergoda oleh iming-iming materi yang dapat merugikan proses demokrasi secara keseluruhan.
Discussion about this post