Calon kepala daerah incumbent atau petahana memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan calon lainnya. Dalam hal sumber dana misalnya, petahana lebih diuntungkan karena memiliki akses serta peluang lebih besar untuk beroleh sumber pendanaan. Tidak jarang, dalam praktiknya, petahana menekan bawahan untuk memberikan setoran, atau memanfaatkan fasilitas negara untuk mendukung kampanye. Hal ini bukanlah rahasia umum. Salah satunya yang terbaru dapat ditengok saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Calon Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, yang juga merupakan petahana, oleh KPK. Dia disebut meminta setoran cukup besar kepada sejumlah kepala dinas untuk dana kampanye.
Selain itu, yang menariknya, petahana juga diuntungkan dibandingkan calon lainnya ketika memasuki masa tenang. Masa tenang, yang dimulai beberapa hari sebelum pencoblosan atau pemungutan suara, mengharuskan semua calon untuk menghentikan aktivitas kampanye mereka. Namun, petahana masih memiliki peluang untuk melakukan kampanye terselubung melalui kegiatan rutin dan mendapatkan publikasi media karena sudah kembali aktif sebagai kepala daerah. Tentu harus berpandai – pandai, agar jangan sampai ada narasi mengajak pemilih untuk memilih dirinya. Bagaimanapun juga, publikasi kegiatannya di media masih dapat menciptakan citra positif yang berpotensi mempengaruhi opini publik.
Masa tenang ini bertepatan dengan berakhirnya masa cuti petahana selama kampanye. Ketika cutinya selesai, petahana kembali berfungsi sebagai kepala daerah aktif, berkesempatan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang kemudian bisa dipublikasikan melalui media massa yang bermitra dengan pemerintah.
Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) atau instansi terkait publikasi, yang patuh kepada atasan, tentu akan mengambil peran maksimal dalam mengangkat pemberitaan aktivitas kepala daerah secara gencar. Selama pemberitaan tersebut tidak mengandung ajakan atau promosi terkait pemilihan dirinya, maka hal ini sah dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Tidak ada regulasi yang dilanggar.
Media yang bekerja sama dengan pemerintah yang mempublikasikannya, juga tidak melanggar aturan. Demi profesionalitas, perusahaan media yang telah bekerjasama tentu juga akan menginformasikan kegiatan-kegiatan kepala daerah. Sekali lagi, asalkan tidak ada narasi terkait ajakan dukung mendukung, itu boleh.
Sementara, calon kepala daerah yang bukan petahana wajib mematuhi aturan masa tenang, yang melarang untuk berkampanye. Mereka tidak diperkenankan lagi turun ke lapangan atau mengadakan kegiatan yang bisa mempengaruhi pemilih. Berbeda dengan petahana, masih bisa melakukan kegiatan rutin meskipun ada batasan dalam hal penyampaian pesan kampanye, tapi itu gampang diakali. Ini memberikan keuntungan bagi petahana, yang tetap memiliki peluang untuk memperkenalkan dirinya dan melakukan aktivitas yang barangkali dapat mempengaruhi pemilih.
Kekosongan Hukum
Ada asas legalitas dalam hukum yang dikenal dengan istilah, nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli, artinya tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu. Hal Ini terjadi dalam konteks yang kita bahas ini.
Terdapat kekosongan hukum terkait pembatasan aktivitas publikasi petahana selama masa tenang, tidak ada regulasi yang secara tegas mengaturnya. Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, tidak secara eksplisit mengatur larangan bagi kepala daerah sekaligus calon untuk melakukan publikasi kegiatan mereka selama masa tenang. Hal yang sama juga dalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 2016. UU ini juga tidak mengatur secara jelas mengenai larangan bagi kepala daerah pasca-cuti untuk melakukan publikasi.
Ketiadaan aturan yang jelas ini memberikan celah yang dapat dimanfaatkan oleh petahana untuk mendapatkan keuntungan dibandingkan dengan calon lainnya. Meskipun petahana tidak dapat secara terang-terangan melakukan kampanye, mereka masih memiliki akses yang lebih besar untuk muncul di media, membangun narasi yang berpotensi mempengaruhi persepsi pemilih, berinteraksi dengan ASN bawahan, bahkan dengan publik.
Discussion about this post