Radarhukum.id, Lebak – Warga Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, mengungkapkan kekecewaan atas sikap kepala desa dan jajaran perangkat desa, termasuk Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Mereka menilai Kepala Desa Mekarsari Iwan Sopiana bersikap apatis dan terkesan menutup mata terhadap tuntutan warga yang dirugikan akibat aktivitas penggalian tanah merah ilegal di Kampung Papanggo, Desa Mekarsari.
Aktivitas tersebut diduga melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lebak. Menurut Irfan Sayutupika Kadis PUPR Kabupaten Lebak, wilayah Kecamatan Rangkasbitung seharusnya bebas dari aktivitas penggalian karena hal itu bertentangan dengan peraturan daerah.
“Kami tidak mengetahui perizinan galian tersebut karena kewenangan perizinan berada di lingkup Pemerintah Provinsi Banten,” kata Irfan.
Salah satu warga, yang meminta namanya tidak ditulis, mengungkapkan, aksi unjuk rasa dilakukan sebagai upaya memperjuangkan hak warga yang dirugikan selama bertahun-tahun oleh aktivitas perusahaan ilegal.
“Kami ujuk rasa karena memperjuangkan hak kami yang sudah bertahun tahun dizolimi oleh perusahaan ilegal, tetapi kepala desa dan jajarannya apatis terhadap keluhan masyarakatnya, sebuah kebohongan apabila kepala desa tidak mengetahui tentang Peraturan Daerah dan tentang status perusahaan itu legal atau ilegal,” ujarnya, Selasa (7/1/2025).
Pada Senin (6/1/2025), Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Banten menutup aktivitas penggalian tanah merah ilegal di Desa Mekarsari. Penutupan dilakukan setelah adanya laporan dari warga pada 30 Desember 2024. Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara (Minerba) ESDM Banten, Dedi Hidayat, menjelaskan bahwa aktivitas tambang tersebut melanggar Perda RTRW.
Dedi Hidayat menegaskan, aktivitas galian yang telah disegel tersebut kini masuk dalam ranah tindak pidana. Dalam penutupan tambang tanah merah, turut hadir Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banten, Satpol PP Banten, dan DLH Kabupaten Lebak.
Namun, dalam penutupan tersebut, Kepala Desa Mekarsari, Iwan Sopiana, tidak hadir. “Dari jajaran Pemerintah Daerah hadir dalam kegiatan itu, tetapi Kepala Desa kami tidak tahu ke mana,” ungkap salah seorang sumber media ini.
Sebelumnya, pada 17 Desember 2024, warga Desa Mekarsari menggelar unjuk rasa menentang aktivitas penggalian tanah merah ilegal. Aksi tersebut dilakukan karena laporan warga kepada aparat penegak hukum tidak mendapatkan tindak lanjut yang jelas.
Namun, aksi tersebut justru berujung pada pelaporan balik oleh pihak perusahaan atas dugaan pelanggaran Pasal 160 dan 170 KUHP ke Polda Banten. Akibatnya, tujuh warga Desa Mekarsari dipanggil untuk dimintai keterangan oleh pihak kepolisian.
“Kami sudah melaporkan kasus ini mulai dari Polsek hingga Polres Lebak, tetapi tidak ada kejelasan. Karena itulah kami melakukan aksi unjuk rasa,” terang seorang warga kepada wartawan Radarhukum.id.
Kepala Desa Mekarsari Iwan Sopiana yang dikonfirmasi terkait hal ini, belum memberikan tanggapan, meski pesan yang dikirimkan telah dibaca yang bersangkutan.
Discussion about this post