Bengkulu, Radarhukum.id – Sidang lanjutan ke-13 dalam kasus dugaan fraud di Bank Syariah Indonesia (BSI) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu pada Senin (10/3) dengan agenda pemeriksaan ahli. Dalam persidangan ini, dua saksi ahli dihadirkan, yakni Prof. Dr. Hendy Herijanto, S.H., M.H., ahli perbankan syariah, dan Dr. Flora Dianti, S.H., M.H., ahli hukum pidana.
Melalui sambungan daring, Prof. Dr. Hendy Herijanto menegaskan bahwa prinsip kehati-hatian merupakan fondasi utama dalam operasional perbankan, baik konvensional maupun syariah. Ia menyoroti adanya indikasi bahwa standar operasional prosedur (SOP) dalam kasus ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya, sehingga memungkinkan terjadinya dugaan fraud.
Lebih lanjut, Prof. Dr. Hendy menjelaskan, meskipun sistem perbankan memiliki mekanisme pengawasan melalui laporan berkala, dugaan fraud tetap terjadi. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam pengawasan internal bank yang seharusnya menjadi bagian dari prinsip kehati-hatian.
Sementara itu, Dr. Flora Dianti dalam keterangannya membahas aspek pertanggungjawaban hukum. Ia menekankan bahwa dalam kejahatan korporasi, tanggung jawab tidak hanya dibebankan kepada individu tetapi juga kepada korporasi. Namun, dalam kasus ini, pertanggungjawaban hukum hanya dibebankan kepada terdakwa, seorang customer service, sementara aspek tanggung jawab korporasi belum tersentuh.
Dalam persidangan juga terungkap bahwa pihak BSI telah menerbitkan surat peringatan (SP 1) kepada seluruh struktur di cabang S. Parman, mulai dari manajer hingga terdakwa. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah tindakan tersebut mencerminkan bentuk kelalaian (culpa) yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum atau justru mengindikasikan adanya unsur kesengajaan (dolus).
Meskipun dana kerugian telah dikembalikan, baik melalui dana talangan maupun pribadi, hal tersebut tidak serta merta menghapus unsur tindak pidana. Dalam hukum pidana, pengembalian kerugian hanya menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, tetapi tidak menggugurkan perbuatan pidana yang telah terjadi.
Dede Frastien, S.H., M.H., selaku kuasa hukum terdakwa, menyatakan pihaknya akan menyusun pembelaan berdasarkan keterangan para ahli. Ia menegaskan masih banyak aspek yang perlu dipertimbangkan, termasuk tanggung jawab korporasi yang belum tersentuh dalam proses hukum.
“Dalam kasus ini, kami melihat ada kejanggalan, di mana hanya klien kami yang diminta pertanggungjawaban, sementara aspek sistematis dan tanggung jawab manajemen belum dipertimbangkan secara adil. Kami akan menggunakan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan untuk memastikan keadilan ditegakkan,” tegas Dede.
Sidang akan berlanjut dengan agenda berikutnya yang dijadwalkan dalam waktu dekat.
Discussion about this post