Jawaban Hukum Oleh: Soalihin, S.H
Pertanyaan:
Saya mau tanya, ada orang meminjam hutang tapi pakai identitas pribadi saya, dari KK sampai tanda tangan juga meniru saya dan suami, terus KTP dia memakai KTP sementara yang kertas itu tapi fotonya pakai foto dia sendiri cuma identitasnya pakai nama dan domisiliku. Dan dia tidak mau bayar udah 3th ini, Padahal, aku tidak kenal sama sekali sama orang ini, apakah yang harus saya lakukan?
Jawaban hukum:
Berdasarkan penjelasan Anda, saya menggarisbawahi beberapa hal sebagai berikut:
1. Seseorang meminjam uang kepada pihak ketiga dengan menggunakan identitas Anda dan suami (termasuk Kartu Keluarga dan tanda tangan palsu).
2. Orang tersebut memakai KTP sementara (surat keterangan pengganti e-KTP) dengan foto dirinya sendiri, namun data identitasnya adalah data Anda (nama, alamat, NIK, dsb.).
3. Anda dan suami tidak pernah mengenal orang tersebut, tidak pernah membuat perjanjian utang-piutang, dan tidak pernah menandatangani dokumen apapun.
4. Sudah 3 tahun berlalu, orang tersebut tidak mau bertanggung jawab atau membayar utangnya.
Dari kronologi yang disampaikan di atas, maka diduga kuat pelaku telah melakukan tindak pidana, dan bisa dijerat dengan beberapa pasal terutama berkaitan dengan pelanggaran UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), Pemalsuan Surat, hingga Penipuan. Kami akan menguraikan sebagai berikut:
1. Perlindungan Data Pribadi
Pada kasus ini seseorang yang tidak Anda kenal menggunakan KTP dan KK tanpa seizin Anda dan suami untuk meminjam uang dan merugikan Anda dan suami. Maka berdasarkan Pasal 65 ayat (1) UU PDP secara tegas menyebutkan bahwa setiap orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi.
Selanjutnya, UU PDP Pasal 67 Angka (3) menyebutkan bahwa :
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.00O.OOO.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Pemalsuan Surat
Tindakan pelaku dapat dijerat dengan Pasal Pemalsuan Surat. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama, pelaku dikenakan pasal 263 tentang pemalsuan surat, yang ancamannya mencapai enam tahun penjara. Pasal 263 ayat 1, mengatur bahwa: Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada suatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Ketentuan ini diperbarui dalam Pasal 391 KUHP baru (UU Nomor 1 Tahun 2023) yang akan berlaku pada tahun 2026. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa: Setiap orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana, denda paling banyak kategori VI.
3. Penipuan
Pelaku juga bisa dijerat dengan Pasal Penipuan karena telah menggunakan nama palsu dan tipu muslihat untuk menggerakkan orang lain agar menyerahkan uang atau harta kepadanya. Ancaman pidananya mencapai empat tahun penjara. Dalam KUHP lama yang masih berlaku, yakni pasal 378 KUHP tentang penipuan, disebutkan, barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Sedangkan di KUHP baru yang akan berlaku 2026 nanti, penipuan ini terdapat dalam Pasal 492, yang menyebutkan bahwa : Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu Barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
**
Selanjutnya, dari sisi hukum perdata, korban penyalahgunaan data pribadi untuk pinjaman uang tidak wajib membayar utang yang bukan dia pinjam. Kewajiban membayar utang timbul dari suatu perjanjian yang sah dan mengikat antara pemberi pinjaman dan peminjam, berdasarkan prinsip hukum perikatan.
Pasal 1320 KUH Perdata mengatur syarat sah perjanjian yang berbunyi sebagai berikut:
Supaya terjadi perjanjian yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dalam kasus Anda ini tidak ada perjanjian yang sah, Perjanjian utang piutang memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak secara sadar dan tanpa paksaan. Jika data pribadi Anda digunakan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Anda. maka perjanjian pinjaman tersebut pada dasarnya tidak sah atau batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian.
Langkah hukum yang dapat ditempuh adalah dengan melapor ke kepolisian, baik ke Polres maupun Polda, untuk membuat laporan dugaan tindak pidana. Dalam laporan tersebut, Anda perlu melampirkan bukti seperti misalnya fotokopi dokumen yang dipalsukan, salinan identitas asli, surat pernyataan bahwa tidak pernah menandatangani dokumen perjanjian utang, saksi melihat dan mengetahui langsung peristiwa tersebut, dan bukti pendukung lainnya.
Langkah berikutnya adalah melapor ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) untuk memblokir data kependudukan lama yang disalahgunakan.
Selanjutnya, datangi Pihak kreditur atau pemberi pinjaman untuk menyelesaikan kesalahpahaman. Biasanya mereka tidak akan mudah percaya, meskipun Anda mengaku korban pemalsuan dan penipuan tanpa bukti yang kuat. Untuk itu, Anda harus membawa semua dokumen pendukung, termasuk bukti laporan polisi ke kantor kreditur untuk melaporkan dan memproses, serta menghapus data Anda yang tercatat sebagai peminjam.




























Discussion about this post