Ende, Radarhukum.id – Setiap tahun, tepat pada tanggal 14 Agustus, diadakan Ritual Pati Ka Du'a Bapu Ata Mata atau ritual pemberian makan dan minum kepada arwah nenek moyang di Gunung Kelimutu. Gunung Kelimutu sendiri dikenal dengan tiga danaunya yang unik, yaitu Danau Ata Polo (Suanggi), Ko'o Fai Nuwa Muri (Muda-Mudi), dan Danau Ata Bupu (Kakek-Nenek). Masyarakat Lio meyakini bahwa arwah leluhur mereka bersemayam di kawasan Gunung Kelimutu setelah meninggal.
Pada 14 Agustus 2024, ritual ini dilakukan bersamaan dengan status Gunung Kelimutu yang berada pada level waspada, sehingga aktivitas pengunjung dibatasi dari pukul 06.00 hingga 12.00. Status waspada ini telah berlangsung sejak Mei 2024 dan masih berlanjut hingga saat ini.
Meskipun berada dalam status waspada, 22 komunitas adat yang tinggal di sekitar kawasan Gunung Kelimutu tetap melaksanakan Ritual Pati Ka Du'a Bapu Ata Mata dengan khidmat. Ritual ini dihadiri oleh tamu, baik domestik maupun mancanegara, dengan setiap pengunjung diwajibkan mengenakan sarung (Ragi) untuk pria dan Lawo Lambu untuk wanita.
Thobias M Gembira atau Rinto, seorang pelaku pariwisata, mengungkapkan harapannya kepada awak media Radarhukum.id di sela-sela ritual tersebut. Ia berharap, dengan dilaksanakannya Ritual Pati Ka Du'a Bapu Ata Mata, status Gunung Kelimutu dapat kembali normal, sehingga pengunjung dapat menikmati momen matahari terbit (sunrise).
Sejak Mei 2024, baik wisatawan lokal maupun mancanegara tidak dapat menikmati sunrise karena pembatasan waktu kunjungan yang hanya diperbolehkan dari pukul 06.00 hingga 11.00 akibat tingginya kadar belerang.
Namun, pada 14 Agustus 2024, saat ritual adat berlangsung, tidak tercium bau belerang oleh para pengunjung maupun awak media Radarhukum.id.
Reporter: Christianus Avianto W.
Editor: Ifan
Discussion about this post