Padang, Radarhukum.id – Advokat senior sekaligus ahli hukum konstruksi, Ir. Suparman, S.H., M.H., M.Si, mendapatkan kuasa untuk menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi di Sumatera Barat. Saat melakukan pendampingan hukum, Suparman yang bertindak sebagai kuasa hukum Asril Yazid, Direktur CV Enam Sandi Utama membeberkan berbagai kejanggalan. Dia menyatakan, penyidik tindak pidana korupsi (Tipikor) Kejaksaan Negeri (Kejari) Mentawai, Sumatera Barat, tidak profesional dalam menangani perkara kliennya.
Suparman mengungkapkan adanya berbagai kejanggalan dalam proses pemeriksaan, baik ketika kliennya diperiksa sebagai saksi, ditetapkan sebagai tersangka, hingga ditahan di Rutan Anak Air, Kota Padang.
Sebagai informasi, Kejari Kepulauan Mentawai menetapkan Asril Yazid sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pembangunan Gedung Kantor Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Kepulauan Mentawai. Penetapan tersebut tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor: 02b/L.3.22/Fd.1/08/2024 tertanggal 29 Agustus 2024. Kejari Mentawai menyebutkan dugaan kerugian negara akibat pembangunan gedung tahun 2018 tersebut mencapai Rp 2.131.449.823.
“Ketidakprofesionalan penyidik dalam memeriksa klien kami hingga ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan telah sangat merugikan klien kami,” kata Suparman, dilansir dari majalahintrust, Selasa (15/10/2024).
Suparman mengindikasikan bahwa pihaknya akan menempuh jalur praperadilan untuk memperjuangkan hak kliennya yang diyakini tidak bersalah. Ia juga berencana melaporkan penyidik Kejari Mentawai ke Kejati Sumbar dan Kejagung terkait dugaan pelanggaran kode etik jaksa.
Sebagai ahli hukum konstruksi, Suparman menilai ada banyak kejanggalan dalam pemeriksaan yang dilakukan. Salah satunya adalah pengulangan pertanyaan oleh penyidik selama lima kali pemeriksaan tanpa substansi baru. Menurutnya, banyak pertanyaan yang tidak relevan dengan tanggung jawab kliennya dan lebih mengarah kepada pejabat teknis, seperti PPK atau PPTK, sesuai SOP Kementerian PUPR.
“Menetapkan klien kami sebagai tersangka adalah kesalahan. Perusahaan Asril Yazid hanya sebagai pelaksana, sementara konsultan perencana, pengawas, dan pihak PU belum tersentuh,” tegas Suparman.
Ia juga menyoroti prosedur penyitaan dokumen yang tidak sesuai ketentuan. Menurutnya, saat dokumen disita, tidak ada tanda terima yang diberikan, dan tanda terima baru dibuat setelah dokumen tersebut disita.
Suparman mempertanyakan dasar laporan masyarakat yang digunakan sebagai pijakan penyidikan. “Laporan masyarakat mana yang menjadi dasar pengusutan kasus ini? Apakah pelapor sudah diperiksa? Jika tidak terbukti, pelapor bisa terkena UU ITE karena mencemarkan nama baik klien kami,” ujarnya.
Ia juga menyoroti besaran dugaan kerugian negara sebesar Rp 2,1 miliar dari total nilai proyek sebesar Rp 5,9 miliar. Menurutnya, jumlah kerugian tersebut tidak masuk akal, seolah-olah proyek tersebut tidak dikerjakan sama sekali.
Padahal, proyek yang dimulai pada Juli 2019 dan selesai 100 persen pada Desember 2019 sudah melalui Provisional Hand Over (PHO), Final Hand Over (FHO), serta pemeriksaan As-Built Drawing dari Dinas PUPR. Selain itu, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2020 juga tidak menemukan masalah terkait proyek tersebut.
“Bagaimana mungkin gedung yang sudah PHO dan FHO, serta dinyatakan sesuai oleh BPK, tiba-tiba ada tersangka? Jangan hanya karena laporan masyarakat, kemudian Kejari Mentawai mendatangkan ahli untuk menafsirkan kerugian negara begitu saja. Ini jelas tidak benar,” jelas Suparman.
Suparman juga mempertanyakan kredibilitas ahli yang didatangkan oleh Kejari Mentawai dari Institut Teknologi Padang (ITP). “Ahli dari ITP ini diakui oleh siapa? Apakah ini ahli perorangan atau lembaga ITP secara keseluruhan?” ujarnya.
Ia telah mengirimkan surat kepada Kejari Mentawai untuk meninjau kembali status tersangka Asril Yazid. Namun, dalam balasan surat tertanggal 9 Oktober 2024, Kejari Mentawai menyatakan bahwa penyidik telah memiliki alat bukti berupa laporan ahli konstruksi dan hasil penyelidikan investigatif terkait perhitungan kerugian negara.
“Audit investigatif BPK tahun 2024 sudah terlambat, karena pembangunan selesai sejak empat tahun lalu. Harusnya yang dijadikan patokan adalah audit BPK setelah gedung ini selesai dibangun,” kata Suparman.
Selain itu, menurut Suparman pasal yang diuraikan jaksa dalam surat balasan antara lain, pasal 1 angka 14 dan pasal 184 KUHAP, masih ngambang. “Coba dibaca secara utuh berikut dengan penjelasannya, pasal tersebut tidak berdiri sendiri,” paparnya.
Kasi Pidsus Kejari Mentawai, Aridona Bustari, membenarkan penetapan tersangka Asril Yazid dalam kasus korupsi pembangunan Gedung BKD Mentawai. Ia juga membuka kemungkinan adanya penambahan tersangka dalam kasus ini.
“Tidak menutup kemungkinan penambahan tersangka, kita lihat nanti dari hasil pemeriksaan,” katanya.
Terkait kemungkinan praperadilan, Aridona menegaskan bahwa itu adalah hak tersangka. “Praperadilan adalah hak tersangka,” ujarnya.
Discussion about this post