Dalam berbagai disiplin ilmu, teori memegang peranan penting. Dalam dunia hukum, teori hukum sangat perlu untuk dipelajari. Menurut Friedman, Teori hokum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari esensi hukum yang berkaitan antara filsafat hukum di satu sisi dan teori politik di sisi lain. disiplin teori hukum tidak mendapatkan tempat sebagai ilmu yang mandiri, maka disiplin teori hukum harus mendapatkan tempat di dalam disiplin ilmu hukum secara mandiri.
Teori hukum ini, dapat dirujuk dari para pakar hukum. Termasuk dari para tokoh penggagas dasar-dasar hukum dan kemanusiaan dari zaman Yunani Kuno. Salah satu tokoh yang menggagas terori hukum dari zaman Yunani adalah Plato. Plato adalah seorang filsuf Yunani Kuno yang hidup sekitar tahun 427 SM – 347 Sebelum Masehi (SM).
Plato memiliki peran besar dalam perkembangan filsafat barat. Dia merupakan murid dari Socrates, sehingga pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Socrates. Dalam segi hukum, Plato mencetuskan berbagai pandangan menarik yang patut digali lebih jauh. Oleh karenanya, penulis akan mencoba memaparkan teori hukum Plato dan bagaimana relevansi teori itu dalam zaman kontemporer dan di Indonesia sendiri.
**
Sebagai murid Socrates, Plato mengambil inti ajaran kebijaksanaan Gurunya dan mengaitkannya dengan hukum. Perbedaannya adalah jika Socrates menempatkan kebijaksanaan dalam konteks mutu pribadi individu warga polis, Plato justru mengaitkan kebijaksanaan dengan tipe ideal Negara polis dibawah pimpinan kaum aristokrat. Perbedaan itu terletak pada perbedaan asumsi tentang peluang kesempurnaan pada manusia. Bagi Socrates secara individual manusai dimungkinkan mencapai kesempurnaan jiwa secara swasembada. Sedangkan bagi Plato, keempurnaan individu hanya mungkin tercipta dalam konteks Negara dibawah kendali para guru moral, para pemimpin yang bijak, para mitra bestari, yakni kaum aristocrat.
Menurut Plato kebaikan hanya dapat diterima oleh kaum aristokrat kaena mereka dalah orang-orang bijaksana maka dibawah pemerintahan mereka dimungkinkan adanya partisipasi semua orang dalam gagasan keadilan. Kondisi ini memungkinkan keadilan tercapai secara sempurna. Apabila ini terjadi maka hukum tidak diperlukan. Keadilan dapat tercipta tanpa ada hukum karena yang menjadi penguasa adalah kaum cerdik pandai dan bijaksana yang pasti mewujudkan Theoria (pengetahuan dan pengertian terbaiknya) ini diungkapkan Plato dalam bukunya The Republic. Dengan kata lain aristokrasi sebagai Negara ideal Plato adalah bentuk Negara yang pemerintahannya dipegang oleh kaum bijaksana yaitu para filsuf. Pemerintahan dijalankan dengan berpedoma pada keadilan sesuai dengan ide keadilan orang arif tersebut. Kaum bijak bertindak sebagai guru sekaligus pelayan kepentingan umum berbasis keadilan.
Beberapa teori hukum Plato masih diaplikasikan oleh banyak negara di dunia, termasuk di negara kita Indonesia.
Berikut beberapa rumusan teori hukum Plato:
- Hukum merupakan tatanan terbaik untuk menangani dunia fenomena yang penuh situasi ketidakadilan.
Sejak dahulu, dunia penuh dengan situasi ketidakadilan. Sebelum adanya hukum yang jelas mengatur tatanan kehidupan manusia, hukum rimba berlaku. Yang kuat berkuasa, yang kuat menindas yang lemah. Seiring berjalannya waktu, hukum terbentuk, mulai dari tingkat yang paling sederhana, hingga hukum-hukum agama yang mengatur kehidupan manusia, hukum adat, hingga hukum positif yang berlaku pada zaman sekarang.
Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh pihak berwenang dengan tujuan mengatur tata kehidupan masyarakat. Karakteristik dari hukum adalah memerintah, melarang, serta memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukum yang mengikat bagi siapa pun yang melanggar (R. Soeroso). Sehingga benar kata Plato hingga saat ini dengan keberadaan hukum itu sendiri, keadilan dapat dijangkau oleh semua orang dan semua orang memiliki kedudukan sama di mata hukum (Equality before the law). Pada penertapannya di Indonesia, diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum.
Menurut Plato, aturan aturan harus dihimpun dalam satu kitab agar tidak timbul kekacauan hukum. Hal ini dilakukan pada sebagian besar aturan hukum di dunia. Terdapat lima keluarga sistem hukum di dunia, dan yang dalam perkembangannya ditemukan pula keluarga sistem hukum campuran, sehingga dapat
ditunjukkan sebagai berikut :
1. Keluarga Hukum Eropa Kontinental
2. Keluraga Hukum Anglo Saxon
3. Keluarga Hukum Sosialis
4. Keluarga Hukum Lokal/Kedaerahan
5. Keluarga Hukum Keagamaan
6. Keluarga Hukum Campuran.
(Dr. Nurul Qomar, SH.,MH, 2010:16)
Dalam kesemua sistem hukum di dunia itu sebagian besar dihimpun masing- masing dalam satu kitab menurut jenisnya. Seperti Hukum keagamaan yang memakai kitab sebagai rujukan, Islam memakai Alqur'an, nasrani memakai injil dan lainnya.
Selanjutnya hukum eropa kontinental yang kemudian diaplikasikan oleh berbagai negara. Indonesia yang merupakan negara bekas jajahan belanda juga memakaiu hukum eropa kontinental yang kemudian dengan berbagai adaptasi salah satunya menjadi Kitab Undang-Undang Hukup Pidana (KUHP).
- Setiap undang-undang harus didahului preambule tentang motif dan tujuan undang-undang tersebut agar rakyat dapat mengetahui dan memahami kegunaan menaati hukum tersebut.
Pendapat Plato tentang setiap undang-undang harus didahului preambule atau pembukaan diaplikasikan oleh banyak sekali aturan Undang-Undang. Dengan pembukaan, rakyat dapat mengetahui substansi dari Undang-Undang tersebut tanpa harus melihat secara keseluruhan dari Undang-Undang dimaksud. Salah satu yang paling dekat dan nyata oleh kita adalah pembukaan pada UUD 1945 yang berbunyi:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Pembukaan ini, bahkan menjadi semacam ruh dari keseluruhan UU tersebut, sehingga jika ada turunan daripada UU yang ada harus kembali merujuk kepada preambule dari UU itu.
- Orang yang melanggar UU harus dihukum. Tapi itu bukan balas dendam.
Dari zaman lampau, hukum itu sendiri kerap disalahgunakan atas dasar sakit hati dan dendam oleh para pemangku kebijakan. Karena itu Plato berpandangan bahwa Hukum harus ditegakkan, namun harus tetap pada prinsip keadilan, bukan untuk ajang balas dendam.
Berkaitan dengan pandangan Plato ini, Politisi Fahri Hamzah saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI dalam sebuah acara Indonesia Lawyers Club pada Selasa (10/11/2018) mengungkapkan, kekacauan hukum terjadi jika hukum disalahgunakan sebagai ajang balas dendam, untuk menaikan karir dan sebagainya.
“Kenapa Tuhan mewanti-wanti bahwa hukum itu milik Tuhan bukan punya manusia. Karena pada hukum harus diletakkan keagungan dan kemartabatan. Dan dalam penegakan hukum harus mengambil sifat-sifat Tuhan yang luhur dan tinggi. Tapi kalau manusia kemudian menjadi buas menggunakan hukum ini untuk balas dendam, untuk menaikkan kariernya, untuk menghabiskan anggaran dan sebagainya maka terciptalah kekacauan semacam ini. Bukan cuma di Indonesia, kekacauan ini terjadi di seluruh dunia karena sekarang manusia itu buasm,turun derajatnya ke bumi ini dan tidak lagi naik ke langit.” Kata Fahri Hamzah.
Politisi itu berpandangan bahwa hukum yang terjadi dewasa ini cenderung digunakan sebagai ajang balas dendam. Pendapat ini perlu diteliti ulang dan butuh kajian yang komperehensif.
- Karena pelanggaran adalah suatu penyakit intelektual manusia karena kebodohan. Cara mendidik itu adalah lewat hukuman yang bertujuan memerbaiki sikap moral para penjahat. Jika penyakit itu tidak dapat disembuhkan, maka orang itu harus dibunuh.
Plato berpendapat, pelanggaran terjadi karena kebodohan dan ketidakpahaman manusia. Jadi hukuman yang ada harus dapat mendidik dan memperbaiki sikap para pelanggar hukum. Namun sesuai dengan masanya, Plato berpendat jika hukuman yang ada tidak membuat pelaku jera atau berubah. Dapat dilakukan hukuman mati. Hukuman mati disini dapat diasumsikan diberlakukan kepada para pelaku yang tidak kapok untuk melakukan kejahatan atau melanggar hukum, meskipun sudah pernah dihukum.
Teori Plato tentang hukuman untuk membuat jera para pelanggar hukum masih terbilang relevan. Namun hukuman mati bagi para residivis atau mantan tahanan tidak lagi diberlakukan di zaman modern. Dalam hukum Indonesia, residivis ditambah hukumannya. Berdasarkan Pasal 486 sampai dengan Pasal 488 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), menyatakan: Residivis dapat dikenakan hukuman ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana maksimal dari tindak pidana yang dilakukannya
Kesimpulan
Berbagai teori hukum yang digagas oleh Plato masih relevan dan digunakan oleh dunia hukum di zaman modern saat ini, termasuk di Indonesia. Meskipun pengaplikasiannya sudah bermacam-macam. Plato hidup pada zaman yang sama sekali berbeda dengan zaman modern seperti sekarang, sehingga ada juga pandangannya seperti hukuman mati bagi para residivis tidak relevan pada zaman sekarang di tengah-tengah tatanan kehidupan yang menjunjung tinggi hak azazi manusia.
Daftar Pustaka
http://www.jurisdata.id/kamus-hukum/teori-hukum (Disadur dari buku “TEORI HUKUM, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi” Karangan Dr. Bernard L. Tanya, SH., MH., Dr. Yoan N. Simanjuntak, SH., MH., & Dr. Margus Y. Hage, SH., MH., Terbitan GENTA PUBLISHER) Qamar, Nurul. 2010. Perbandingan sistem hukum dan peradilan. Makassar. Pustaka Refleksi.
Discussion about this post