Karimun, Radarhukum.id – Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Mulya Karimun kembali menjadi sorotan. Setelah sebelumnya kerap dirundung skandal korupsi, kini Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemkab Karimun ini justru terkesan tertutup terhadap media di tengah berbagai keluhan masyarakat soal kinerja mereka.
Beberapa tahun lalu, PDAM Tirta Mulya sempat heboh akibat kasus korupsi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di Cabang Tanjung Batu dengan kerugian negara mencapai Rp 348 juta. Dua tersangka dalam kasus tersebut telah ditahan.
Tidak berhenti di situ, setelahnya mantan Direktur Utama dan Bendahara PDAM Tirta Mulya, Indra Santo dan Joni, juga divonis 5 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungpinang. Keduanya terbukti bersalah melakukan korupsi anggaran retribusi PDAM tahun 2019 dengan kerugian negara mencapai Rp 4,9 miliar.
Belum lama ini, PDAM kembali menjadi perbincangan setelah pemilik lahan di Kecamatan Moro mengeluhkan belum dibayarnya ganti rugi atas lahan waduk air PDAM Tirta Mulya Cabang Moro. Warga menyebut hak mereka yang tertunda ini sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa kejelasan dari pihak Perumda.
Tidak hanya itu, dalam beberapa hari ini, mencuat pula kabar terkait pembayaran gaji pegawai tidak sesuai dengan data yang didaftarkan pada BPJS Ketenagakerjaan. Belum lagi keluhan masyarakat yang terus mengemuka soal pelayanan PDAM terkait air kotor dan sering mati.
Ironisnya, upaya komunikasi dengan Direktur Utama PDAM Tirta Mulya, Herry Budhiarto, menemui jalan buntu. Herry dan sejumlah pejabat di perusahaan milik masyarakat Karimun itu diduga memblokir kontak wartawan lantaran gerah dikonfirmasi.
Saat wartawan mencoba mendatangi kantor PDAM dengan tujuan mengonfirmasi berbagai permasalahan, Selasa (14/1/2025), salah satu staf kantor diduga menghalangi proses peliputan dan terkesan mempermainkan wartawan.
Awak media tiba di kantor PDAM sekitar pukul 11.35 WIB. Saat itu, sejumlah staf tampak sibuk melayani warga yang antre untuk pembayaran air. Ketika ditanya mengenai keberadaan Dirut, seorang staf mengaku tidak mengetahui keberadaannya. Padahal, menurut informasi yang diperoleh, Dirut sedang berada di kantor untuk menghadiri rapat manajemen.
Wartawan kemudian diarahkan ke bagian Humas yang diwakili oleh Ratmi. Namun, bukannya mendapatkan kejelasan, awak media diminta menunggu cukup lama. Saat menunggu, terdengar Ratmi melakukan panggilan telepon dan menyebut nama awak media ini.
Beberapa saat kemudian, Ratmi kembali mengatakan bahwa Dirut tidak ada di kantor. Ia kemudian mengarahkan wartawan ke Humas lainnya bernama Rahmat. Namun, Rahmat disebut sedang sibuk dan tidak bisa ditemui. Wartawan akhirnya diarahkan lagi ke staf lain bernama Rizal. Anehnya, Rizal justru dikabarkan baru saja keluar oleh Ratmi,
Ketidakjelasan informasi, dan gelagat dari staf kantor PDAM Tirta Mulya yang seperti memperolok-olok wartawan ini cukup janggal. Sikap tertutup yang diperlihatkan pihak PDAM menimbulkan kesan mereka tidak transparan terhadap persoalan-persoalan yang ada, dan menghindari publikasi. Sebagai perusahaan milik daerah, seharusnya pejabat PDAM Tirta Mulya memahami esensi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi kepada pihak PDAM Tirta Mulya belum membuahkan hasil. Tertutupnya pejabat, dan minimnya etika pegawai menambah panjang catatan buruk PDAM Tirta Mulya yang sebelumnya telah dirundung berbagai masalah, mulai dari korupsi hingga masalah pelayanan.
Discussion about this post