Natuna, Radarhukum.id – Proyek pembangunan gedung sistem peringatan dini Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Desa Tanjung, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, menuai sorotan. Proyek yang dikerjakan PT Toleransi Aceh itu diduga tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan. Selain itu, suplier hingga tukang mengeluhkan pembayaran hak mereka yang belum jelas.
Kabar tersebut mencuat setelah sejumlah pekerja bangunan dan suplier material memberikan keterangan kepada awak media, dalam wawancara pada akhir April lalu. Seorang pekerja, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan, banyak material yang digunakan tidak sesuai dengan yang tercantum dalam RAB.
“Cat yang digunakan mayoritas merek Avitek, padahal di RAB tertera merek Jotun. Perbandingan harganya bisa mencapai tiga kali lipat,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan adanya penggantian material penting, seperti besi cor penutup parit yang seharusnya menggunakan besi ulir ukuran 10 mm, namun diganti dengan besi bekas pagar lama kantor Bakamla berukuran 8 mm biasa.
Temuan serupa juga disampaikan oleh narasumber lainnya. Ia menyebutkan, beberapa bagian dinding bangunan tidak menggunakan bata ringan sesuai RAB, melainkan batako biasa. “Masih banyak hal lain yang menyimpang dari spesifikasi,” ungkapnya.
Ironisnya, meskipun pembangunan belum rampung 100 persen, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek diduga telah melakukan serah terima sementara pekerjaan atau Provisional Hand Over (PHO).
Proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 dengan nilai kontrak mencapai Rp23 miliar ini dinilai sarat kejanggalan. Sejumlah pekerja dan suplier bahkan mengaku belum menerima pembayaran dengan nominal cukup besar meskipun proyek telah dinyatakan selesai.
“Sampai sekarang belum dibayar bang. totalnya Rp. 1.776.613.385. Sudah termin 100% tapi kontraktor PT Toleransi Aceh belum membayar hutang-hutang material toko bangunannya yang ada di Natuna. Kami meminta secepatnya kontraktor dan PPK untuk melunasi hutang ini, karena sudah lama sekali, mereka pencairan 100% kalau tidak salah bulan januari,” kata Totok salah satu suplier, saat dikonfirmasi media ini, Rabu (11/6/2025).
Situasi semakin rumit lantaran Direktur Cabang PT Toleransi Aceh, yang diketahui bernama Diky, hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Ia dikabarkan menghilang, sementara para pekerja dan pemasok material masih menanti hak mereka. Upaya konfirmasi kepada yang bersangkutan belum membuahkan hasil.
Sementara itu, Firdaus Akbar selaku PPK dari Balai Prasarana Pemukiman Wilayah (BPPW) Kepri yang dikonfirmasi, hingga berita ini diturunkan, juga belum memberikan tanggapan. (Tim)
Discussion about this post