Bengkulu, Radarhukum.id – Sidang kasus fraud Bank Syariah Indonesia (BSI) Bengkulu kembali digelar di Pengadilan Negeri Bengkulu dengan menghadirkan Yogi, suami dari Tiar Kania Dewi, sebagai saksi kunci, Senin (24/2/2025).
Kuasa hukum terdakwa, Philipus Tarigan Girsang, S.H., menegaskan bahwa pihaknya yang meminta majelis hakim agar jaksa penuntut umum menghadirkan Yogi sebagai saksi.
“Akhirnya disepakati bahwa Yogi akan dihadirkan. Sebab, bagaimanapun juga, dia termasuk dalam berkas perkara. Terlepas dari menguntungkan atau tidak, saksi ini tetap harus dihadirkan agar perkara ini dapat dipahami secara komprehensif dan terstruktur,” ujarnya, Kamis (27/2/2024).
Philipus juga mengungkapkan bahwa sejak awal, jaksa penuntut umum enggan menghadirkan Yogi sebagai saksi. Namun, setelah memberikan kesaksiannya di persidangan, Yogi justru memunculkan wacana baru yang bertentangan dengan pihak manajemen BSI.
“Saksi Yogi bahkan tidak tahu bahwa dana miliknya digunakan untuk pembayaran penggantian. Sebab, dia juga seorang nasabah,” jelas Philipus.
Dalam persidangan, terungkap bahwa Yogi telah memiliki usaha sejak masih lajang, sebelum menikah dan menjadi anggota kepolisian. Usahanya yang berjalan sejak 2015 tersebut menghasilkan pendapatan hingga Rp60 juta per bulan, sehingga wajar jika ia memiliki uang dalam jumlah besar. Philipus menegaskan bahwa uang Yogi telah lebih dahulu ada di rekening TKD sebelum adanya transaksi lain.
“Tidak bisa serta-merta ketika terdakwa mentransfer atau memberikan uang kepada Yogi, lalu dianggap sebagai uang dari nasabah lain. Dalam hukum pidana, kita harus melihat tempus dan locus. Faktanya, uang Yogi sudah ada lebih dulu dalam rekening TKD sebelum adanya transaksi lain, termasuk uang milik Pak Herta yang ikut masuk dalam pengelolaan bersama,” paparnya.
Philipus juga menyoroti sistem perbankan syariah di BSI yang memiliki standar ketat, termasuk regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Menurutnya, tidak mungkin hanya satu orang yang bertanggung jawab dalam kasus ini.
“Semua saksi, mulai dari OSN, SCC, SCS, hingga kepala cabang, menyatakan bahwa secara sistem, tidak mungkin kasus ini berjalan sendiri. Jika ada yang mengatakan ini adalah ‘one man show', maka itu terbantahkan. Tidak mungkin dilakukan sendiri tanpa adanya kesengajaan atau setidaknya faktor kelalaian sehingga transaksi ini bisa terjadi dalam rekening nasabah,” jelasnya.
Philipus juga mempertanyakan tanggung jawab pihak internal BSI, termasuk CSS BSM, supervisor, dan kepala cabang, yang hanya mendapatkan sanksi administratif tanpa proses pidana.
“Kenapa hanya TKD yang dipilih untuk bertanggung jawab? Ini perlu dilacak lebih dalam,” tegasnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Luki Selpano Marigo, S.H., menegaskan bahwa dua saksi yang dihadirkan, yakni Ibu Yarmi dan Pak Daniel, tidak memiliki hubungan langsung dengan TKD, melainkan dengan suami terdakwa.
“Daniel memiliki usaha mobil bersama saudara saksi Yogi dan ada setoran yang diberikan ke TKD serta ada yang disetor langsung ke Yogi. Sedangkan Ibu Yarmi menjual tanah langsung kepada Yogi seharga Rp800 juta dan mengenalnya sejak masih menjadi bintara,” jelas JPU Luki.
JPU Luki menambahkan bahwa pihaknya hanya berpegang pada fakta di persidangan. Ia juga menyoroti pernyataan terdakwa terkait buku tabungan.
“Terdakwa mengatakan tidak tahu-menahu soal buku tabungan, sementara menurut TKD, buku tabungan itu berasal dari Yogi, suami terdakwa. Maka nanti kita akan memeriksa terdakwa lebih lanjut. Apakah dia ingkar atau tidak, itu urusan dia,” tegasnya.
Menurut JPU, saudara saksi Yogi hanya memiliki tiga deposito di BSI. Yogi sendiri hanya mengetahui tentang uang yang ia setorkan, tetapi tidak mengetahui transaksi keluar-masuknya. Bahkan, ia pun tidak mengetahui saldo tabungannya di BSI.
Sidang lanjutan akan menghadirkan saksi ahli dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan perbankan. Mereka dijadwalkan hadir pada 3 dan 4 Maret mendatang.
Discussion about this post