Oleh: Syamsuni- Ketua PN Bobong
Hadirnya Presiden Prabowo Subianto dalam acara Pengukuhan Hakim 2025 sebanyak 1.452 Hakim bersama Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Sunarto bertempat di Jalan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat membawa kebahagiaan dan kebanggaan.
Calon Hakim yang dikukuhkan telah mendapatkan pendidikan dalam kurun waktu yang tidak singkat, juga ditempa dengan baerbagai macam doktrin untuk menjadi Hakim yang tidak mudah terjatuh dan terhindar dari pelanggaran Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim dikemudian hari. Acara pengukuhan Hakim tahun 2025 juga diwarnai dengan janji presiden untuk kenaikan gaji 280% kepada orang-orang yang dipercaya sebagai benteng terakhir terwujudnya keadilan, mereka akan tetap dihadapkan kepada pilihan antara tergilas atau bertahan dalam integritas tentunya.
Mejaga kepercayaan publik tentunya bukan tanggungjawab yang mudah diemban, bukan saja kepada 1.452 Hakim yang telah dikukuhkan, melainkan juga bagi seluruh Hakim yang telah lama melaksanakan tugas dan berkiprah dalam jabatannya. Namun perbedaan yang tampak di depan mata adalah mereka yang telah lebih dahulu bertugas, tentu sudah berpengalaman dan telah memiliki imunitas yang banyak dalam menjaga keagungan peradilan. Meskipun tidak sedikit juga yang jatuh dalam perjuangan menjagai marwah Mahkamah Agung tersebut, karena dihadapkan dengan berbagai kondisi di lapangan yang rumit. Kondisi tersebut tentu juga dirasakan oleh Hakim-Hakim yang baru dikukuhkan Presiden RI dan Ketua MA, Rabu (12/06/2025).
Pada penempatan tugas pertama mereka sebagai Hakim, Dirjen Badilum telah mengumumkan secara resmi penempatan 918 Hakim baru Peradilan Umum ke berbagai satuan kerja Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia untuk mengemban amanah untuk tegaknya keadilan di garis depan, dari Pelosok Sumatera, Kalimatan, hingga pelosok-pelosok Papua dan Maluku (sebagaimana halnya PN Bobong yang mendapatkan 3 orang Hakim baru).
Harapan memang lebih banyak disematkan di pundak para hakim yang baru terlahir ini sebagai generasi yang mampu menjaga marwah MA kedepan semakin baik. Sebagaimana bayi, membuka mata adalah langkah awal mereka mengenali lingkungan agar lebih mudah menganalisa dan memilah untuk menjadi mantap berdiri dan berjalan tegak “bertogakan” integritas diantara hitam dan putih (baik buruknya) kehidupan. Arahan dan pencerahan dari orang tua selaku “senior” yang baik sangat diperlukan sebagai kontrol horizontal sebelum kontrol sosial masyarakat membersamai mereka.
Hendaknya, Hakim CADAS (Cerdas dan Berintegritas) bukanlah slogan semata, memupuk nilai-nilai utama berupa kecerdasan hukum, etika profesi dan integritas tetap sebagai pegangan agar tidak mudah terseret dan tergelincir dengan “godaan” yang akan datang setiap waktu karena perjalanan panjang baru dimulai.
Discussion about this post