Pengentasan kejahatan kemiskinan memerlukan pendekatan yang holistik dan berfokus pada pemulihan, bukan sekadar hukuman. Restorative Justice (RJ) muncul sebagai alternatif yang menjanjikan, menekankan perbaikan kerusakan akibat tindakan kriminal dengan melibatkan seluruh komunitas. Dalam konteks orang miskin yang terpaksa mencuri akibat kemiskinan, penerapan RJ tidak hanya memberikan keadilan, tetapi juga berpotensi untuk merubah perilaku pelaku dan memperkuat ikatan komunitas.
Salah satu aspek utama RJ adalah memastikan partisipasi semua pemangku kepentingan dalam menyelesaikan konflik. Dalam kasus kemiskinan, pelaku, korban, dan komunitas harus terlibat dalam proses perbaikan. Melalui mediasi, konferensi keluarga, atau panel dampak korban, mereka dapat mencapai pemahaman bersama tentang penyebab tindakan kriminal dan mencari solusi yang bermanfaat bagi semua pihak.
Pentingnya pengakuan kesalahan oleh pelaku menjadi landasan dalam RJ. Program RJ bersifat sukarela, membutuhkan pengakuan dan tanggung jawab penuh dari pelaku. Dalam konteks kemiskinan, pengakuan ini menjadi pintu masuk untuk memahami akar permasalahan dan merancang strategi pemulihan yang sesuai. RJ memberikan kesempatan kepada pelaku untuk berbicara tentang kondisi ekonomi mereka, menciptakan ruang empati dari komunitas, dan merencanakan langkah-langkah konstruktif menuju perubahan.
Program RJ yang dapat diaplikasikan dalam kasus kemiskinan melibatkan mediasi antara korban dan pelaku, hukuman lingkaran, dan panitia pemulihan komunitas. Melalui mediasi, korban dapat mengungkapkan dampak langsung dari kejahatan, sementara hukuman lingkaran memungkinkan dialog terbuka dan mendalam di antara semua pihak terlibat. Panitia pemulihan komunitas dapat menjadi wadah untuk memberikan dukungan dan bimbingan kepada pelaku agar dapat berkontribusi positif dalam komunitas.
Penerapan RJ tidak hanya terbatas pada tahap awal keadilan kriminal, tetapi juga dapat menjadi alat pengalihan dari penahanan atau pengadilan. Dalam kasus kemiskinan, ini membuka jalan bagi solusi yang lebih proaktif, seperti layanan pembebasan dan program pascapenjara yang berfokus pada rehabilitasi dan reintegrasi ke dalam masyarakat.
Tujuan utama RJ adalah menciptakan kesempatan bagi semua pihak yang terlibat dalam kejahatan untuk berperan aktif dalam memperbaiki kerusakan. Dalam konteks kemiskinan, hal ini berarti tidak hanya memberikan sanksi, tetapi lebih pada melibatkan pelaku dalam proses pemulihan yang mendalam dan berkelanjutan. RJ dapat menjadi instrumen efektif untuk membantu orang miskin mengatasi tantangan struktural dan individu yang memicu tindakan kriminal.
Dengan memadukan keadilan dan rehabilitasi, penerapan RJ pada kasus kemiskinan tidak hanya menciptakan solusi berbasis komunitas, tetapi juga meneguhkan prinsip keadilan yang inklusif. Melalui pendekatan ini, diharapkan masyarakat dapat bersama-sama merancang jalan keluar yang berkelanjutan, menjadikan keadilan tidak sekadar hukuman, tetapi juga sarana untuk memperbaiki dan memperkuat ikatan sosial.
Jangan Penjarakan Orang Miskin
Penjarakan orang miskin yang terlibat dalam tindak kriminal semata-mata untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka adalah pendekatan yang tidak hanya tidak manusiawi, tetapi juga tidak efektif dalam menangani akar permasalahan kemiskinan. Pertama-tama, penahanan cenderung memperburuk kondisi ekonomi pelaku dan keluarganya. Saat terisolasi dari masyarakat, peluang pekerjaan dan pendapatan menjadi semakin terbatas, menempatkan mereka dalam lingkaran kemiskinan yang sulit dipecahkan.
Selain itu, penjarakan tidak menangani akar permasalahan sosial dan ekonomi yang mendorong orang miskin untuk terlibat dalam tindak kriminal. Alih-alih menyediakan solusi yang berkelanjutan, penahanan hanya menghadirkan sanksi tanpa memperhatikan kondisi sosioekonomi yang mendasari tindakan mereka. Pendekatan restorative justice yang melibatkan seluruh komunitas dapat lebih efektif dalam menanggulangi permasalahan struktural dan memberikan dukungan yang diperlukan.
Lebih lanjut, penahanan orang miskin sering kali menciptakan ketidaksetaraan dalam sistem keadilan. Mereka yang tidak mampu membayar biaya peradilan atau memiliki akses terbatas terhadap bantuan hukum dapat menghadapi konsekuensi yang lebih berat. Ini menciptakan ketidakadilan sistemik yang memperlakukan orang miskin secara tidak proporsional dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.
Pendekatan alternatif, seperti program pemulihan komunitas atau pengalihan dari sistem penjara, dapat memberikan peluang untuk rehabilitasi dan reintegrasi yang lebih efektif. Melibatkan pelaku dalam proses perbaikan kerusakan dengan mempertimbangkan kondisi sosioekonomi mereka dapat menjadi langkah konstruktif menuju penyelesaian yang lebih berkelanjutan.
Sebagai masyarakat, kita perlu berpaling dari kecenderungan penjarakan sebagai satu-satunya solusi terhadap tindakan kriminal yang dilakukan oleh orang miskin. Alih-alih, kita perlu mengembangkan pendekatan yang berfokus pada pemulihan, memahami akar permasalahan kemiskinan, dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk kembali berkontribusi positif dalam komunitas (***)
Discussion about this post