Projo, sebagai salah satu kelompok relawan terbesar pendukung Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), saat ini berada di persimpangan jalan. Seiring berakhirnya masa jabatan sang presiden, organisasi ini tengah mempertimbangkan untuk bertransformasi dari kelompok relawan menjadi partai politik. Keputusan ini dijadwalkan akan diputuskan dalam kongres ketiga pada Desember 2024, di mana Projo akan mendengarkan aspirasi masyarakat untuk menentukan arah yang akan diambil—menjadi partai politik atau tetap sebagai organisasi masyarakat. Pertanyaannya sekarang adalah: sejauh mana kekuatan elektoral Projo jika benar-benar memutuskan untuk menjadi partai politik baru?
Salah satu modal utama Projo dalam bertransformasi menjadi partai politik adalah dukungan yang telah dibangun dari kalangan akar rumput. Panel Barus, Bendahara Umum Projo, menyatakan bahwa keputusan ini akan didasarkan pada aspirasi akar rumput dan dibahas dalam kongres organisasi. Dukungan yang telah terjalin melalui jaringan relawan selama ini adalah kekuatan unik yang mungkin sulit dimiliki oleh partai politik baru lainnya. Melalui relawan-relawan ini, Projo telah membangun kepercayaan dan koneksi langsung dengan masyarakat di berbagai wilayah, menjadikan mereka basis yang dapat menjadi landasan elektoral potensial. Jika basis ini dapat diakomodasi dengan baik, Projo mungkin mampu memanfaatkan jaringan tersebut sebagai basis elektoral yang kuat dalam pemilu mendatang.
Namun, meski memiliki basis relawan yang luas, tantangan yang dihadapi Projo dalam transformasi ini tidak kecil. Transformasi dari organisasi relawan ke partai politik menuntut adanya perubahan struktural, termasuk adaptasi terhadap aturan dan regulasi ketat yang mengikat partai politik di Indonesia. Selain itu, Projo akan memasuki arena politik formal di mana mereka harus bersaing langsung dengan partai-partai mapan, yang sudah memiliki pengalaman, infrastruktur, dan pendanaan yang stabil.
Sebagai partai politik, Projo juga akan menghadapi tantangan identitas. Sejak awal, Projo berfokus pada sosok Jokowi sebagai simbol dan pemersatu gerakan mereka. Jika menjadi partai politik, Projo perlu menciptakan identitas yang lebih mandiri, membangun visi dan misi yang melampaui keterikatan pada figur Jokowi. Ini menjadi tantangan tersendiri karena Jokowi telah menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada Projo. Tanpa sosok yang mengakar, Projo perlu menguatkan karakter ideologis dan platform politik mereka sendiri agar dapat membedakan diri dari partai-partai lain.
Selain itu, Projo juga menghadapi perbedaan pandangan internal mengenai arah organisasi ini. Di satu sisi, beberapa anggota mendukung gagasan untuk menjadi partai politik, sementara pihak lain merasa lebih baik tetap sebagai organisasi masyarakat. Panel menegaskan bahwa perbedaan pendapat ini wajar dalam organisasi yang demokratis dan akan dibahas secara terbuka dalam kongres. Sikap demokratis Projo ini menunjukkan bahwa organisasi memiliki budaya diskusi terbuka, yang dapat menjadi modal positif jika benar-benar berubah menjadi partai politik. Namun, bila perbedaan pandangan ini tidak dapat dikelola dengan baik, potensi perpecahan internal bisa melemahkan kekuatan elektoral Projo.
Jika Projo berhasil mengatasi berbagai tantangan ini dan benar-benar menjadi partai politik, peluang elektoral mereka menjadi hal yang menarik untuk ditinjau. Secara teori, Projo memiliki keunggulan karena sudah memiliki jaringan relawan yang luas dan reputasi sebagai pendukung Jokowi. Hal ini memungkinkan mereka untuk menarik pemilih yang merasa tidak terwakili oleh partai-partai lama dan ingin melihat kelanjutan dari kebijakan-kebijakan Jokowi. Selain itu, mereka bisa menjadi alternatif bagi pemilih yang ingin melihat perubahan dalam sistem politik tanpa harus mendukung partai-partai besar yang sudah ada.
Namun, kekuatan elektoral Projo juga bergantung pada sejauh mana mereka mampu membangun platform yang kuat dan relevan bagi masa depan Indonesia. Agar dapat menjadi pemain signifikan dalam politik nasional, Projo harus meyakinkan masyarakat bahwa mereka bukan sekadar perpanjangan gerakan relawan, melainkan partai dengan program-program konkret yang berdampak pada isu-isu nyata masyarakat. Tanpa platform yang jelas dan independensi politik yang kuat, Projo mungkin hanya akan menjadi partai baru yang sulit bersaing dengan partai-partai mapan lainnya (***)
Discussion about this post