Jakarta, Radarhukum.id — Tokoh nasional sekaligus Ketua Umum Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradin), Ropaun Rambe, menyuarakan keprihatinannya atas kondisi korupsi di Indonesia yang dinilainya tidak pernah menurun dari masa ke masa.
“Dari rezim ke rezim, khususnya sepuluh tahun belakangan, semua lini kehidupan tidak ada yang tidak korupsi,” ujar Ropaun Rambe saat menjadi narasumber dalam Podcast Serambi Adi Warman, Senin (6/10/2025).
Ia mencontohkan, praktik suap bahkan sudah tampak sejak proses pemilihan umum. “Mulai Pemilu Legislatif, Pilpres, hingga Pilkada selalu ada serangan fajar. Karena dipilih dengan menyuap, akhirnya duduk di kursi dewan juga dengan korupsi. Maka jangan heran kalau anggota dewan kita sulit lepas dari praktik itu,” tegasnya.
Advokat senior yang telah berkiprah sejak era Orde Baru itu juga menyoroti fenomena para pelaku korupsi yang tampak tidak merasa malu ketika tertangkap tangan.
“Kita lihat sendiri, pelaku korupsi tampak buang senyum dan tertawa saat tertangkap tangan,” ujarnya.
Menurutnya, moral para pejabat dan bahkan masyarakat kini telah tergerus oleh materialisme. “Akhlak para pejabat, bahkan masyarakat, sudah tergerus. Semua karena uang,” tambahnya.
Ia bahkan membandingkan kondisi Indonesia saat ini dengan masa kolonial Belanda. “Dulu zaman kolonial saja tidak separah ini. Sekarang setelah merdeka, justru lebih kejam. Banyak anak bangsa yang hidup kelaparan, sementara pajak diberlakukan untuk semua, tapi kesejahteraan rakyat tidak dirasakan. Hasilnya dinikmati para pejabat melalui korupsi,” ujarnya.
Ropaun Rambe menilai, pemberantasan korupsi di Indonesia masih belum maksimal. Ia mengkritik kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dianggap belum bekerja sesuai harapan.
“KPK belum maksimal. Ketentuan bahwa KPK hanya menindak kasus korupsi di atas satu miliar rupiah justru membuat korupsi kecil-kecilan makin marak. Padahal, korupsi yang paling banyak justru terjadi di bawah angka itu,” katanya.
Menurutnya, operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan aparat hukum pun lebih sering disebabkan oleh “nasib sial” para pelaku, bukan karena kehebatan aparat dalam melakukan penyelidikan.
Ia menegaskan, pemberantasan korupsi harus dilakukan menyeluruh, dari akar hingga pucuk. “Tidak bisa hanya menebas di pucuknya saja. Harus ada efek jera, agar orang takut melakukan korupsi,” ujarnya.
Sebagai solusi, Peradin mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk Badan Due Diligence Nasional. “Kalau badan ini didirikan, insyaallah semua persoalan korupsi akan bisa diselesaikan,” ucapnya.
Ropaun menjelaskan, konsep badan tersebut mengadopsi sistem pembuktian terbalik seperti yang juga diterapkan di Amerika Serikat dan Singapura. “Kalau seorang pejabat memiliki harta besar, cukup panggil dan minta buktikan asal-usulnya. Kalau terbukti dari sumber yang tidak sah, tinggal kembalikan ke negara,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ropaun Rambe juga menyatakan dukungan Peradin terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Setelah sekian banyak presiden, baru kali ini kami di Peradin merasa sepemikiran dengan pemerintahan. Kami mendukung penuh Asta Cita Presiden Prabowo Subianto,” tegasnya.
Menurutnya, Prabowo menunjukkan kepedulian dan kecintaan terhadap rakyat melalui berbagai program pembangunan, terutama dari desa. “Setiap pidatonya menunjukkan jiwa dan raganya untuk Indonesia,” ucapnya.
Ropaun menambahkan, Peradin siap berkontribusi untuk menyukseskan Asta Cita tersebut, salah satunya dengan membentuk Mahkamah Desa dan Mahkamah Kelurahan di seluruh Indonesia.
“Inisiatif ini sudah mendapat dukungan dari Mahkamah Agung dan kementerian terkait. Tujuannya untuk melindungi rakyat di tingkat akar rumput,” jelasnya.
Menurutnya, konsep tersebut bukan hal baru, melainkan revitalisasi dari sistem peradilan adat yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. “Kami yakin Mahkamah Desa dan Mahkamah Kelurahan akan membantu pemerintah dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat,” tutup Ropaun Rambe.




























Discussion about this post